Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat sayyidul mursalin yang diturunkan Allah I melalui perantara malaikat Jibril. Disamping sebag...
Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat sayyidul
mursalin yang diturunkan Allah I melalui
perantara malaikat Jibril. Disamping sebagai mukjizat, Al-Qur’an juga menjadi
sumber dari berbagai ilmu pengetahuan dan pedoman bagi umat umat Islam yang
berisikan hukum-hukum Islam, cerita dan hikmah. Oleh karena itu, ilmu Al-Qur’an
menjadi salah satu ilmu yang wajib dipelajari bagi umat muslim.
Salah satu pondok pesantren yang memfokuskan
kajian pendidikan untuk mempelajari ilmu Al-Qur’an adalah Pesantren Ilmu Al-Qur’an
atau yang biasa dikenal dengan PIQ. Pondok ini terletak di salah satu kota-kota
dingin sekitar Kabupaten Malang, tepatnya di kota Singosari yang berjarak
sekitar sepuluh kilometer dari kota Malang. Di pondok ini, ilmu Al-Qur’an merupakan
pelajaran utama sehingga menjadi makanan keseharian santri di dalamnya. Meski
demikian, tidak berarti meniadakan kajian kitab-kitab lainnya tak ubahnya
pondok pesantren berbasis salaf lainnya.
Pendiri PIQ adalah Kyai Basori Alwi
Murtadlo, penduduk asli kota Singosari. Lahir dari keluarga berilmu. Beliau
merupakan ulama’ karismatik di wilayah tempat tinggalnya. Ilmunya mengakar
karena tak pernah lelah menimba ilmu dari guru-guru yang tersebar di penjuru
bumi pertiwi. Beliau lahir pada tanggal 15 April 1927 dari pasangan Kyai Alwi
Murtadlo dengan Nyai Riwati. Ayahandanya merupakan seorang tokoh masyarakat
begitu pula ibunya yang menjadi sosok tauladan bagi para wanita di zamannya.
Setelah menyelesaikan pendidikan
dasarnya, beliau meneruskan pendidikan ke Solo. Tak terhenti di Solo saja, pencarian
terus berlanjut ke berbagai kota, seperti: Pasuruan, Jogja, Kediri dan
kota-kota lain yang tersebar di pulau Jawa.
Setelah pencarian yang panjang, beliau kembali
ke kampung halamannya, banyak masyarakat yang mempercayakan anaknya agar
belajar ilmu agama pada Kyai Basori. Beliau tidak menolak apa yang telah diamanahi
pada pundak beliau karena berpegang dengan prinsip “لِكُلِّ
شَيْءٍ زَكَاةٌ وَ زَكَاةُ الْعِلْمِ التَّعْلِيْمُ”.
“Segala sesuatu
itu ada zakatnya dan zakatnya ilmu adalah mengajar”. Berangkat dari kata
itulah, beliau menerima siapapun yang hendak belajar dengan beliau meski harus
menetap satu rumah bersama beliau.
Seiring berjalannya waktu, santri
beliaupun kian lama kian bertambah sehingga beliau berinisiatif mendirikan
sebuah pondok pesantren untuk menampung seluruh santri yang hendak belajar padanya.
Tanggal 01 Mei 1978, menjadi masa awal
pembangunan gedung Pondok Pesantren Ilmu
Al-Qur’an (PIQ). Untuk pembangunan pondok tersebut, beliau
rela membedah rumah beliau sendiri menjadi sebuah gedung asrama tempat tinggal
santri. Pada tahun 1995, para santri dipindahkan menuju gedung PIQ yang baru sedangkan
gedung yang lama dialihfungsikan menjadi kantor “Bilqalam” (kantor pengembangan
metode membaca Al-Qur’an) yang dibuat sendiri oleh Kyai Basori.
Ada tujuh tingkat yang dibangun dan dipersiapkan
untuk anak didiknya. Tingkat yang paling bawah merupakan kantor pengurus dan
kamar mandi, ditingkat kedua yang berdiameter 10 x 30 m terdapat tempat shalat
atau aula, sementara kamar santri dan ruangan kelas berada di tingkat
berikutnya.
PIQ menyajikan ilmu agama bagi santrinya
melalui Madrasah Diniyah yang terdiri dari enam kelas. Apabila telah melewati
enam tahun belajar bersama Kyai Basori, santri akan mendapatkan ijazah Al-Qur’an
secara langsung dari beliau. Batas minimum pendidikan santri ialah lulusan SD.
Setelah itu, bisa melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah-sekolah umum di
sekitar pondok pesantren.
Pembelajaran di PIQ tak jauh berbeda dengan
pembelajaran pendidikan agama di pesantren salaf lainnya. Hanya saja, pelajaran
yang lebih diprioritaskan di pesantren ini ialah pelajaran Al-Qur’an dan bahasa
Arab. Untuk pembelajaran Al-Qur’an, PIQ
menggunakan “Metode Jibril.” Metode ini merupakan metode pembelajaran karangan Kyai
Basori sendiri karena terinspirasi dari Nabi Muhammad r yang diajari secara langsung oleh Malaikat Jibril.
Pada tahun
pertama bagi santri baru, materi lebih difokuskan pada pendasaran materi Al-Qur’an
dan bahasa Arab. Minimal dalam satu tahun sudah khatam Al-Qur’an 30 juz lengkap
dengan tajwidnya. Sementara untuk pengajaran bahasa arab, santri ditargetkan
khatam kitab Madaarijud Durus al-Arabiah (panduan dasar bahasa arab yang
dikarang oleh Kyai Basori) dengan skill yang integrative, baik istima’,
kalam, qiraah dan khitabah. Tidak hanya itu, santri baru juga mendapatkan
materi dasar lainnya seperti tauhid, fikih, akhlaq, nahwu dan sharaf.
Rentetan kegiatan pesantren dimulai pada jam
empat pagi. Mulai dari shalat tahajjud hingga shalat subuh sampai pembacaan wirid.
Kemudian berlanjut dengan kegiatan menghafal Al-Qur’an bagi santri kelas dua
sampai kelas enam. Sementara santri kelas satu belajar bersama Kyai Basori
sendiri.
Saat waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB, para
santri sudah bersiap-siap untuk masuk sekolah formal di luar pesantren. Sementara
santri yang sekolah formalnya dimulai pada siang hari, mereka mendapatkan
kajian kitab pada pagi hari. Setelah shalat dhuhur, santri diberi waktu luang
untuk beristirahat hingga waktu ashar tiba. Kajian kitab bagi santri yang
mengikuti sekolah formal pada pagi hari dimulai pada sore hari setelah shalat
ashar. Kegiatan itu berlangsung hingga pukul 17.00 WIB. Setelah shalat maghrib
dan isya’ plus pembacaan wirid, santri memasuki kelas masing-masing untuk
menerima pelajaran diniyah.
Berbeda dengan pesantren lainnya, PIQ memberi
waktu beberapa menit bagi santri sembari menunggu kedatangan ustadz untuk muraja’ah
atau mengulangi pelajaran yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari. Waktu
itu juga bisa digunakan santri untuk mengulangi hafalan Al-Qur’an mereka agar
tidak cepat lupa. Sehingga tidak ada waktu kosong yang terbuang sia-sia selama
mereka belajar di Pesantren.
Pada pukul 21.30 WIB malam para santri mengikuti
kegiatan belajar kelompok atau musyawarah. Kegiatan ini berlangsung hingga
pukul 23.00 WIB. Setelah kegiatan usai, para santri kembali ketempatnya
masing-masing untuk beristirahat.
Untuk program menghafal Qur’an, PIQ mengatur
sendiri konsep hafalan bagi santri agar mereka mampu menghafal Al-Qur’an secara
efektif. Pada periode tiga bulan pertama, santri menghafal juz 30 atau yang
biasa dikenal dengan juz amma dari belakang (surat an-Naas). Dalam fase ini,
santri masih dibantu sepenuhnya oleh para asatidzah dengan metode talqin.
Ustadz akan membacakan satu ayat penuh sebanyak tiga kali, kemudian para santri
menirukan kembali ayat yang telah dibacakan. Setelah itu, ustadz mulai
mengurangi bacaan dari perkata hingga perhuruf.
Setelah menghafal juz 30, hafalan Al-Qur’an dilanjutkan
dengan menghafal juz pertama hingga juz ke tujuh. Pada tingkatan ini, ustadz
memberi bimbingan hafalan dengan persentasi 75% kepada santri hingga hafal.
Kemudian pada tingkatan berikutnya yaitu juz kedelapan hingga juz ke-15, ustadz
membimbing santri sebanyak 50% sehingga santri bisa melanjutkan hafalannya
hingga khatam tanpa perlu adanya bimbingan ustadz.
Setelah lima tahun lebih belajar di PIQ,
santri kelas enam akan mendapatkan pengajaran khusus berupa tips mengajar yang
nantinya bisa diamalkan setelah mereka lulus. Hal ini merupakan keinginan Kyai Basori sendiri karena terinspirasi dari kalam yang beliau
pegang erat-erat yaitu “لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ وَ زَكَاةُ
الْعِلْمِ التَّعْلِيْمُ”.
Kini jumlah santri yang menuntut ilmu di PIQ
berkisar 350 santri putra tanpa menerima santri putri. Mayoritas santri berasal
dari luar kota mulai dari Sidoarjo, Pasuruan, Surabaya dan banyak kota lainnya.
Sementara jumlah asatidzah yang mengajar berkisar 23 orang. Semuanya merupakan
alumni PIQ sendiri.
Kyai Basori Alwi berharap, seluruh
santrinya yang sudah lulus belajar selama enam tahun di almamaternya dapat
menjadi generasi-generasi Qur’ani dan kader-kader Islami yang mampu
mengembangkan pengetahuan agama mereka dengan tetap berpegang teguh kepada
akidah Ahlisunnah Wal Jamaah.
COMMENTS