Sosok keras Umar bin Khathtab tidak membuatnya gentar dan lari sebagaimana anak-anak lain. Sebuah sikap yang mencerminkan keteguhan ha...
Sosok keras Umar bin Khathtab
tidak membuatnya gentar dan lari sebagaimana anak-anak lain. Sebuah sikap yang
mencerminkan keteguhan hati dan kesucian jiwa serta ciri seorang pemimpin
besar.
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Zubair bin al-Awwam bin Khuwailid
bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Beliau
adalah anak dari bibi Rasulullah. Ibunya bernama Asma binti Abu Bakar
as-Siddiq. Gelarnya ‘Aidzullah’ (yang berlindung pada Allah).
Ayahnya, al-Zubair bin al-Awwam termasuk pengikut setia Rasulullah dan salah
satu dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira akan masuk
surga. Ia termasuk salah seorang dari “Empat ‘Abadillah” (empat orang yang bernama
Abdullah) yang dikenal menghafal seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, Tiga orang ‘Abadillah lainnya adalah Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Umar bin Khatab, dan Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu
‘anhum.
Kelahiran dan masa kecil beliau
Pada awal hijrah kaum muslimin ke Madinah, beredar kabar bahwa dukun-dukun
Yahudi telah memantrai kaum muslimin dengan kemandulan sehingga mereka tidak
akan bisa mempunyai keturunan. Pada saat itulah, Abdullah bin Zubair lahir di
Quba, sebuah tempat dekat kota Yastrib (sekarang bernama Madinah.red) dan merupakan
kelahiran muslimin pertama di kalangan muslimin setelah hijrah. Dengan
kelahiran beliau maka tampaklah kebohongan kabar tersebut. Hal itu juga menjadi
bukti kelemahan dan tipu muslihat orang Yahudi.
Sebelum disusui, Abdullah bin Zubair
dibawa menghadap Rasulullah SAW, ditahniq dan didoakan oleh beliau. Dari kecil Abdullah
bin Zubair telah menunjukkan hal-hal yang luar biasa dalam kegairahan, kecerdasan
dan keteguhan pendirian. Beruntunglah
Abdullah mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah sejak kecil. Maka tidak
heran jika pada umur 8 tahun, ia
memberikan sumpah setia (bai’at) kepada Rasulullah untuk tegaknya ajaran Islam
yang disambut Rasulullah dengan senyuman.
Lingkungan hidup dan hubungannya yang akrab dengan Rasulullah SAW, telah
membentuk kerangka kepahlawanan dan prinsip hidupnya sesuai dengan agama Islam.
Masa mudanya dilalui dengan tekun beribadah, hidup sederhana dan senantiasa patuh kepada
Rasulullah SAW. Ia benar-benar seorang laki-laki yang mengenal tujuannya dan
menempuhnya dengan kemauan yang keras membaja dan keimanan yang teguh.
Berbagai perang yang diikuti
beliau
Abdullah bin Zubair tercatat oleh sejarah
sebagai salah seorang panglima besar Islam. Darah mulianya yang memang berasal
dari pasangan mujahid-mujahidah sejati membuatnya tumbuh berkembang menjadi
seorang pemuda yang gagah perkasa. Kelebihan beliau dipergunakan untuk berperang di jalan
Allah bersama tentara muslimin di perang-perang yang dialami muslimin, terlebih ketika ia bersama
mujahid-mujahid lainnya ikut dalam ekspedisi penaklukan Afrika, Andalusia (Spanyol), dan Konstantinopel (Turki). Begitulah
kehebatan sistem tarbiyah Islamiyah yang bisa mencetak pemuda belia menjadi
tokoh pejuang dalam menegakkan Islam. Semua peristiwa tersebut mengundang kekaguman penduduk
Madinah kepadanya.
Dalam pertempuran di Afrika sendiri, kaum
Muslimin yang jumlahnya hanya dua puluh ribu tentara, pernah menghadapi musuh
yang berkekuatan sebanyak seratus dua puluh ribu orang.
Pertempuran berkecamuk, dan pihak Islam
terancam bahaya besar. Melihat
kondisi yang kurang menguntungkan tersebut, Abdullah bin Zubair berpikir untuk mencari rahasia kekuatan lawan.
Akhirnya ia menemukan jawaban bahwa
letak kekuatan mereka tidak lain adalah raja Barbar yang merangkap sebagai panglima
tentaranya sendiri. Tak putus-putusnya raja itu berseru terhadap tentaranya dan
membangkitkan semangat mereka dengan cara istimewa yang mendorong mereka untuk
menerjuni maut tanpa rasa takut.
Abdullah bin Zubair memperkirakan bahwa
pasukan yang gagah perkasa ini tak mungkin ditaklukkan kecuali dengan jatuhnya
panglima yang menakutkan itu. Ia berpikir keras bagaimana dapat sampai kepada
raja tersebut. Dengan semangat dan keberaniannya, Ibnu Zubair memanggil sebagian kawan-kawannya,
lalu ia berkata: "Lindungi punggungku dan mari menyerbu bersamaku!"
Dan tak ubahnya anak panah yang lepas dari busur, ia membelah pasukan yang
berlapis menuju raja musuh, dan tatkala sampai di hadapannya, ِAbdullah bin Zubair menikam
raja itu dengan sekali tikaman sehingga membuatnya jatuh tersungkur. Kemudian
dengan cepat ia bersama kawan-kawanya mengepung tentara yang berada di sekeliling raja dan
menghancurkan mereka, lalu mereka serentak bertakbir Allahu Akbar!
Tatkala kaum
Muslimin melihat bendera mereka berkibar di tempat panglima Barbar berdiri untuk
menyampaikan perintah dan mengatur siasat, tahulah mereka bahwa kemenangan
telah tercapai. Dan
ternyata, dugaan Abdullah bin Zubair tidak meleset, dengan segera semangat temput musuh langsung redup. Sebagian mereka menyerahkan
diri kepada muslimin dan bertekuk lutut di hadapan para mujahid yang gagah berani dan
sebagian
yang lain kabur
ketakutan. Abdullah bin Abi Sarah, panglima tentara Islam, mengetahui peranan
penting yang telah dilakukan
oleh Ibnu Zubair.
Maka sebagai imbalannya, ia menyuruh
Abdullah bin Zubair untuk menyampaikan berita kemenangan itu ke
Madinah kepada khalifah Utsman bin Affan.
Di masa Khalifah
Usman bin Affan ra, Abdullah bin Zubair ra duduk sebagai anggota panitia yang bertugas mengkodifikasiAl-Qur’an.
Ketika Yazid bin Muawiyah naik
sebagai khalifah, Abdullah bin Zubair termasuk orang-orang yang tidak mau
berbaiat terhadapnya karena menganggap bahwa Yazid tidak pantas menjadi
khalifah. Ia berpendapat seharusnya kekhalifahan harus diputuskan secara
demokrasi, bukan diwarisi. Hal ini yang membuatnya enggan membaiat atas kekhalifahan Yazid.
Setelah gugurnya Husain bin Ali ra
di Pertempuran Karbala, Ibnu Zubair kembali ke Makkah, dan mulai membentuk pasukan.
Secepatnya ia mengkonsolidasikan kekhalifahannya dengan mengirim seorang gubernur ke Kufah. Segera, Ibnu Zubair
memantapkan kekuasaannya di Iraq, Selatan Arabia dan sebagian besar Syria, serta sebagian Mesir. Ibnu Zubair memperoleh keberuntungan karena ketidakpuasan rakyat
terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Salah seorang pendukungnya adalah Muslim bin Shihab, ayah dari Ibnu Shihab al-Zuhri yang di kemudian hari menjadi
cendekiawan muslim terkenal.
Yazid
mencoba untuk menghentikan pemberontakan Ibnu Zubair dengan menyerbu Mekkah pada tahun 64 H, ia
mengirim pasukan yang dipimpin oleh Husain bin Numair. Pada saat pengepungan
Mekkah, Husain menggunakan manjaniq (semacam
alat pelontar besar.red),
bahkan peluru ketapel ini pernah menghancurkan Ka'bah. Tetapi karena mendengar
kematian Yazid yang tiba-tiba, maka Husain bin Numair menghentikan pengepungan
tersebut dan kembali ke Damaskus. Maka bebaslah Ibnu Zubair dan ia membangun kembali Ka'bah yang
berantakan karena serbuan pasukan Umayyah.
Kematian Yazid yang
tiba-tiba ini juga mengakibatkan kekuasaan Bani Umayyah makin berantakan dan terjadi
perang saudara antar mereka. Selanjutnya, Abdullah bin Zubair memploklamirkan
dirinya sebagai Amirul mukminin. Sekalipun proklamasi itu tidak lebih dari
sekedar nama, namun lawan-lawan dinasti Bani Umayyah di Suriah, Mesir, Arab Selatan,
dan Kufah sempat mengakui beliau sebagai khalifah.
Akhir hayat beliau
Abdullah bin Zubair menemui ajalnya ketika terjadi penyerbuan yang dipimpin
Hajjaj bin Yusuf wakil dari Abdul Malik bin Marwan yang merupakan khalifah bani
Umayyah ketika itu. Pengepungan yang dilakukan oleh Hajjaj terhadap kota Mekkah
yang menjadi pusat kekuasaan Abdullah bin Zubair selama sekitar 8 bulan.
Hajjaj bin Yusuf mengepung kota Makkah sambil terus melemparinya dengan manjaniq yang amunisinya adalah batu yang dibakar. Serangan
bertubi-tubi ini membuat menyebabkan kerusakan yang cukup parah di kota Mekkah serta
membakar kiswah(kain penutup.red) ka’bah dan merubuhkan
tiang-tiang penyangganya.
Didorong motivasi dari ibunya, Abdullah bin Zubair terus melanjutkan
perlawanannya setelah sebelumnya semangat beliau sempat meredup ketika melihat
anak-anaknya menyerahkan diri. Beliau
terkepung ketika menyerbu ke tengah pasukan musuh yang langsung menyergap dan
membunuhnya. Tidak hanya itu, dengan kejam kepala beliau pun dipenggal dan
tubuh beliau disalib. Atas perintah khalifah Abdul Malik,
tubuh beliau diserahkan kepada ibunya untuk dikuburkan. Semoga Allah meridhoi
mereka. Wallahu A’lam.(RN)
COMMENTS