Dewasa ini berkembang sebuah paradigma yang berangkat dari pandangan ibnu taimiyyah dan diikuti oleh sebagian muridnya seperti ibnu...
Dewasa ini berkembang sebuah paradigma yang berangkat dari
pandangan ibnu taimiyyah dan diikuti oleh sebagian muridnya seperti ibnu qoyyim
dan ibnu abdil izz. sebagian besar mereka menyebut dirinya sebagai salafi akhir
zaman yang berpegang pada pembagian
tauhid menjadi tiga bagian (tauhid rububiyah , tauhid uluhiyah dan asma wa
sifat). Tauhid Rububiyyah adalah mengesakan Allah SWT, dalam penciptaan, pentadbiran dan
pengurusan makhluk. Menurut mereka, orang-orang musyrikin juga turut mengesakan
Allah SWT pada Tauhid Rububiyyah ini, di samping orang-orang Islam. Oleh
karena itu, tidak semua yang beriman dengan Tauhid Rububiyyah ini
berarti beriman dengan Tauhid Uluhiyyah, seperti hal orang-orang
musyrikin sebagaimana klaim yang mereka sebutkan dalam at-ta’sis karangan
Ibnu Taimiyyah.
Tauhid
Uluhiyyah menurut mereka juga adalah
mengakui akan keberhakan allah untuk disembah tanpa ada persekutuan sedikitpun.
Paradigma Tauhid menjadi tiga tersebut, kini juga masuk dalam kurikulum
akidah dan akhlak yang diajarkan di sekolah-sekolah agama dan universitas dan
pada dasarnya Pembagian tauhid seperti
demikian itu sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an maupun
dari al-Hadits dan tidak ada seorang-pun ulama dari kalangan ulama salaf atau
seorang ulama yang kompeten dalam keilmuannya memberikan justifikasi akan
pembagian tauhid tersebut. Pembagian itu adalah pendapat ekstrim dari kaum
salafi modern, mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun sejatinya
mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
Hal itu mulai muncul pada abad ke 8 hijriyah setelah 800 tahun dari
wafatnya dan suatu misi yang terpenting dalam golongan itu adalah kritik
terhadap ritual ibadah kaum muslim yang berjalan dalam metode ulama’ salaf
dengan klaim sebagai orang kafir dengan asumsi mereka yang mengatakan bahwa
kaum muslimin hanya bertuhid rububiyah dan masih belum masuk ke dalam tauhid uluhiyah.
Maka berangkat
dari mainstream itulah mereka berani mengkafirkan seorang yang bertawasul baik
kepada rosul maupum orang soleh , istighotsah dan ziaroh kubur. Tidak hanya itu
saja mereka juga mengkafirkan setiap orang yang berseberangan dengan paradigma
mereka dalam berbagai problematika, oleh karena itu disini perlu dipaparkan
beberapa poin untuk menjawab dan menggugurkan ideologi pembagian tauhid tersebut
:
1.
penyebutan
nama Muwahid bagi orang-orang kafir seperti yang Salafi moderen lakukan sekalipun
ada sepercik nilai aqidah islam (menuhankan allah) dalam hatinya tidak pernah
didapatkan dalam syariat baik al qur’an maupun hadis. Justru kita tidak boleh menyebut
mereka Muwahid bagi seorang kafir yang hanya mau mengakui akan
eksistensi allah di alam ini akan tetapi tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad
dan tidak mau masuk islam. sebagaimana perkataan orang-orang kafir yang diabadikan
dalam al qur’an ketika ditanya,
ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض ليقولن الله [لقمان : 25]
“dan Sesungguhnya
jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah".
Akan tetapi kita harus tetap menyebutnya sebagai orang kafir dan bukan
muwahid dengan dasar al qur’an yang berbunyi :
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ
اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ) الزمر3)
"Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayah
bagi orang-orang kafir dan pendusta”.
Dalam ayat tersebut allah menyifati mereka dengan pembohong dan kafir
bahkan allah menampilkannya dengan bentuk Mubalaghoh (berlebih-lebihan) dalam kalimat Kadzdzab. Jika demikian bagaimana bisa dikatakan sebagai orang Muwahid sementara al
qur’an sendiri menyebut mereka sebagai orang kafir.
2.
Firman allah dalam al qur’an
ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض ليقولن الله [لقمان : 25]
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ
اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ) الزمر3)
Dua ayat tersebut mengisahkan komentar orang-
orang kafir yang mengindikasikan akan pengakuan adanya wujud allah SWT dan ini
yang menjadi dasar orang-orang wahabi akan adanya tauhid rububiyah. Sejatinya orang-orang
kafir mengucapkan itu tidak lain hanya ingin mencari pembelaan untuk berhala-berhala yang mereka sembah. Sebenarnya hal itu mereka lakukan untuk menjawab ajakan rasulullah.
Rasulullah menemui mereka beserta argumen beliau dengan dialog dan membungkam mereka dengan beberapa dalil yang menunjukkan akan
keberadaan allah SWT dan menggugurkan praktek menyembah berhala yang mereka sembah. Pada saat itu
mereka pun merasa tertekan dan tidak tahu apa yang harus mereka jawab karena hujjah rosul yang begitu kuat. Berangkat dari situlah mereka mengucapkan allah ketika ditanya oleh rosul
seperti tersebut di atas.
Tidak sampai situ mereka juga berhujjah dengan
ucapan mereka مَا نَعْبُدُهُمْ (kami tidak
menyembah berhala itu) إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى. Ini
adalah sebuah rekayasa dan kebohongan belaka karena mereka tidak akan pernah
meyakini adanya allah SWT dengan tinjauan firman allah yang berbunyi
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Maka tidaklah boleh mengatakan bahwasannya orang-orang kafir bertauhid
rububiyah dengan dasar dua ayat tadi
ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض ليقولن الله [لقمان : 25]
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ
اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا
يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ) الزمر3)
Bahkan ini adalah kesimpulan mereka yang menyalahi nash al qur’an yang menyatakan bahwa mereka adalah kafir.
3.
Pembagian
itu merupakan pembagian batil yang baru dan tidak datang daripada generasi
Salafus Soleh. Begitu juga
dengan alqur’an yang sama sekali tidak pernah
menyinggungnya. Pada dasarnya tauhid rububiyah
dan uluhiyah tidak ada beda antara keduanya dan saling mempunyai unsur talazum
dalam arti tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya, dengan pendekatan
makna “la ilaha illallah”. Artinya, barang siapa yang mengakui tiada tuhan
selain allah berarti dia mengakui bahwa tiada yang berhak di sembah kecuali
allah, oleh karena itu berapa banyak nash alqur’an hanya cukup menyebutkan satu
bentuk tauhid saja karena satu tauhid
tersebut telah mencakup yang lainnya.
Maka
dengan ini tidak ada bedanya antara tauhid rububiyah dan uluhiyah seperti klaim
wahhabi yang membedakan keduanya, begitu juga hadis yang sudah populer tentang
soal malaikat munkar nakir di kubur bahwa munkar nakir bertanya dengan lafadربك من dan tidak memakai lafadإلهك من maka jawabnya cukupربي الله dan munkar nakir pun tidak akan
mengatakan, “kamu hanya mengetahui tauhid rububiyah tdk mengetahui tauhid
uluhiyah” sebab jawabannya itu. am/af
COMMENTS