فيا طالب العلم لب نداء # ياسين وافرح بهذا القرى “Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin. Bergembiralah dengan sajian yang ia sa...
فيا طالب العلم لب نداء # ياسين وافرح بهذا
القرى
“Wahai
pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin. Bergembiralah dengan sajian yang ia
sajikan.”
Rasanya tinta emas takkan pernah kering
untuk sekadar menggoreskan cuplikan-cuplikan kehidupan masa silam beliau, dari
awal kehidupan sampai akhir perjalanan. Beliau merupakan
tokoh Minang yang terkemuka di Tanah Suci setelah Syaikh Ahmad Khatib
Minangkabau. Namanya terukir indah dalam buku-buku biografi ulama modern.
Beliau digelari sebagai muhaddits dan ahli fiqh abad ini.
Syaikh
Muhammad Yasin al-Faddani dilahirkan di tengah keluarga ulama yang taat di
Misfalah Makkah pada hari Selasa, 27 Sya’ban 1335 H atau 17 Juni 1917 M. Beliau
adalah putra dari pasangan Syaikh Muhammad Isa bin Udiq al-Faddani dan Maimunah
binti Abdullah al-Faddani. Sejak usia belia Syaikh Yasin telah menunjukkan potensi kecerdasan
yang menakjubkan.
Pendidikan
Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh
Yasin Al-Faddani menghabiskan masa kecilnya dengan belajar kepada ayah beliau,
Syaikh Muhammad Isa dan paman beliau, Syaikh Mahmud. Kepada keduanya, beliau
belajar dan menghafal beberapa matan kitab dalam bidang ilmu fiqh, tauhid,
faraidh dan musthalah hadits.
Tahun
1346 H atau 1928 M beliau pergi
menimba ilmu ke Madrasah ash-Shaulatiyah al-Hindiyah
selama lebih kurang 7 tahun. Guru-guru beliau selama di Madrasah
ash-Shaulatiyah adalah Syaikh Muhktar Utsman Makhdum, Syaikh Hasan al-Masysyath
dan al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa (seorang ulama Makkah yang lahir di
Palembang tahun 1323 H/1905 M).
Pada
tahun 1353 H atau 1935 M, beliau berpindah ke Madrasah Darul Ulum ad-Diniyah
yang didirikan oleh al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa bersama beberapa pemuka
masyarakat Nusantara yang berada di Makkah pada masa itu. Beliau adalah
angkatan pertama Darul Ulum yang kemudian menjadi pengurus Darul Ulum.
Kepindahan
beliau ke Darul Ulum tidak lepas dari sebuah peristiwa monumental yaitu ketika
salah seorang guru (direktur) di Madrasah ash-Shaulatiyah melakukan tindakan
yang sangat menyinggung para pelajar (yang kebanyakan dari Asia Tenggara
terutama dari Indonesia) dengan merobek surat kabar Melayu, tindakan itu
dianggap sebagai bentuk pelecehan kepada martabat orang Melayu, sehingga
memacu semangat beliau dan beberapa anak-anak Jawiy (sebutan untuk pelajar
Nusantara) untuk bangkit memberikan perlawanan dengan cara pindah dan memajukan
Madrasah Darul Ulum. Hal itu terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar ash-Shaulatiyah ke
Madrasah Darul Ulum yang baru didirikan.
Selain
belajar di Darul Ulum, beliau juga aktif mengikuti pengajian-pengajian di
Masjidil Haram. Rasa haus beliau akan ilmu membuat beliau mendatangi kediaman
para syaikh terkemuka untuk belajar di tempat-tempat mereka seperti di Thaif,
Makkah, Madinah, Riyadh maupun kota-kota lainnya. Bahkan beliau sempat ke luar
Arab Saudi seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait, India, Indonesia dan
negeri-negeri lainnya.
Sejak
awal masa belajarnya, beliau telah dikenal sebagai seorang pelajar yang
memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga mampu mengungguli teman-temannya.
Tidak mengherankan kemudian banyak teman-teman beliau yang akhirnya berbalik
belajar kepada beliau. Kecerdasan dan juga akhlak beliau yang luhur yang
membuat gurunya kagum terhadap beliau. Ketekunan dan kesungguhannya dalam
belajar membuat beliau semakin bersinar dengan berbagai ilmu yang telah
dikuasainya. Sejak muda beliau sangat gemar kepada ilmu hadits. Hal ini
menjadikan para gurunya amat sayang dan simpati kepada Syaikh Yasin.
Tinggalnya
beliau di Tanah Suci Makkah memudahkan beliau bertemu dengan banyak ulama
Islam, baik dari Tanah Suci sendiri maupun dari berbagai pelosok dunia yang
datang ke Tanah Suci, seperti Syria, Libanon, Palestina, Yaman, Mesir,
Maghribi, Iraq, Pakistan, Rusia, India, Indonesia dan Malaysia, sehingga
terkumpullah di sisi beliau berbagai macam sanad periwayatan ilmu dan hadits.
Sehingga sepanjang perlajanan studinya, beliau berguru lebih dari 700 orang
guru yang beliau catat dalam berbagai karya literaturnya yang berkaitan dengan
ilmu sanad. Ini merupakan satu jumlah yang memang sukar ditandingi apalagi
untuk zaman ini.
Rekomendasi
untuk mengajar di Masjidil Haram beliau peroleh secara resmi tanggal 10 Jumadil
Akhir 1369 H atau 29 Maret 1950 M dari Dewan Ulama Masjidil Haram. Halaqah beliau
mendapat sambuan hangat terutama dari kalangan masyarakat Asia Tenggara dan
Indonesia. Disamping itu setiap bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan dan
mengijazahakan salah satu kitab dari Kutub as-Sittah. Hal ini
berlangsung selama 15 tahun.
Setiap
ada kesempatan beliau juga mengadakan perjalanan ilmiyah bersama para santri
dan ulama untuk mengamalkan ilmu yang telah beliau ajarkan antara lain ilmu falak. Perjalanan
beliau juga dipergunakan untuk memburu sanad, silsilah periwayatan hadits dan
ijazah ilmu atau kitab.
Merujuk
pada perkataan Syaikh Mahmud Sa’id Mamduh (salah seorang murid beliau), Syaikh Yasin
kerap kali menerima permintaan fatwa. Artinya beliau bukan hanya pakar dalam
ilmu sanad tapi juga ahli ilmu syariat lainnya. Bahkan permintaan fatwa bukan
hanya datang dari sekitar Makkah, tetapi juga dari luar Arab seperti Indonesia.
Hampir
seluruh waktunya beliau pergunakan untuk mempelajari dan mengajarkan
ilmu. Dalam musim haji maupun di luar musim haji rumah, beliau senantiasa ramai
dikunjungi para ulama dan pelajar baik dari Makkah maupun dari luar Makkah
bahkan dari luar negeri. Semuanya ingin menimba ilmu dan meminta ijazah hadits
dari beliau. Mereka semua memandang Syaikh Yasin sebagai guru meskipun hanya
mengambil ijazah kepada beliau.
Syaikh
Yasin memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu hadits dengan berbagai
cabang dalam ilmu yang sudah terbilang langka saat ini. Dalam hal sanad, dengan
kegigihan beliau mengumpulkan sanad dari ratusan para ulama sehingga beliau
dijuluki sebagai al-Musnid ad-Dunya. Selain itu beliau juga
mengarang berbagai kitab dalam ilmu sanad. Ada sekitar 70 buah karya dalam berbagai
ukuran yang telah disusunnya terkait ilmu sanad. Karya-karya beliau ini
membuktikan kemahiran dan kebijaksanaan beliau dalam bidang ilmu sanad.
Disamping memperlihatkan kekreatifan beliau dalam sudut berbagai seni sanad. Selain itu beliau
juga gigih dalam menghimpun sanad para ulama-ulama sebelum beliau. Ini
merupakan lazimnya dalam ilmu sanad, dimana kadang-kadang sanad seorang ulama
dibukukan oleh muridnya atau orang-orang sesudahnya. Inilah di antara upaya
yang dilakukan oleh Syaikh Yasin Al-Fadani terhadap beberapa tokoh ulama yang
memiliki sanad, seperti: al-Kuzbari, Ibn Hajar al-Haitami, Abdul Baqi al-Ba’li,
Khalifah an-Nabhan, Sayyid Muhsin al-Musawi, Muhammad Ali al-Maliki, Umar
Hamdan dan Ahmad al-Mukhallalati.
Karya-karya
Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh
Yasin dikenal sebagai ulama yang produktif dalam menulis, karya beliau mencapai
ratusan, sehingga al-Habib Saqqaf bin Muhammad Assegaf seorang ulama Hadhramaut
memujinya dengan sebutan “Imam Suyuthi pada zamannya” lantaran karyanya
yang demikian banyak.
Ulama
kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul,
yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok
pesantren, baik itu di Makkah maupun di Asia Tenggara. Sejumlah murid dan
peneliti kini mulai berusaha menginventarisir, mengkodifikasi dan menerbitkan
karya-karya tersebut. Kabarnya hingga saat ini baru sebanyak 97 kitab (di
antaranya 9 kitab tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang ilmu dan ushul fiqih,
36 kitab tentang ilmu falak, dan sisanya tentang ilmu-ilmu yang lain).
Bahkan
kitab beliau al-Fawaid al-Janiyyah dijadikan materi silabus mata kuliah
ushul fiqh di Fakultas Syari’ah Universitas al-Azhar Mesir. Sebagaimana diakui
oleh kalangan para ulama yang mengetahui kadar keilmuan beliau, faktor susunan
bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya
Syaikh Yasin dijadikan oleh para ulama dan pelajar sebagai rujukan. Kendati demikian,
agak sukar menjumpai karya-karya tersebut di tanah air. Karya beliau lebih
banyak dicetak di Beirut dan Syiria. Selebihnya, masih tersimpan dalam
bentuk makhtutat di pustaka pribadi almarhum. Bahkan, karyanya yang
fundamental dalam bidang hadits, Fath al-‘Allam dan ad-Durr al-Mandhud
masih dalam bentuk manuskrip (penelitian tahun 2010). Terkait karya ulama yang
juga ahli fikih ini, ada beberapa hal yang menarik. Pertama, Syeikh Fadani ternyata
pernah menulis empat kitab arba’in (hadits 40) sekaligus. Kitab hadits
40 yang telah mencuri perhatian kaum muslimin selama berabad-abad ialah al-Arba’in
an-Nawawiyyah karya Imam an-Nawawi (w. 676 H/1278 M). Sudah selayaknya
juga, Syaikh Yasin yang menulis 4 versi kitab arba’in mendapat apresiasi yang
sama dalam arti yang luas di kalangan umat Islam. Di antara kitab arba’in
beliau yaitu al-Arba‘un al-Buldaniyah, al-Arba’un Haditsan, Syarh al-Jauhar
ats-Tsamin fi Arba’in Haditsan dan al-Arba’un Haditsan Musalsalah.
Kedua,
karya Syaikh Yasin didominasi oleh kitab sanad, ditulis dengan sangat
teliti. Hampir dipastikan, setiap ilmu yang beliau tuntut memiliki jalur keilmuan
hingga ke sumber pertama. Hal ini, setidaknya menyiratkan nilai ketekunan,
ketulenan (otoritatif) dan keberkahan ilmu beliu. Dengan ketekunan
memelihara silsilah keilmuan itulah para ulama menyebutnya sebagai al-Musnid
al-‘Ashr (pakar sanad zaman ini).
COMMENTS