Ketika kita membincangkan sejarah atau masa lalu, biasanya mengundang kita untuk flashback sejenak, menelaah secara totalitas...
Ketika kita membincangkan sejarah atau
masa lalu, biasanya mengundang kita untuk flashback sejenak, menelaah
secara totalitas, membaca atau sekadar nostalgia. Karena memang kajian historis
peradaban masa lalu adalah sebuah tonggak sejarah untuk mengawali babak baru
dengan menjadikan bayang-bayang kejayaan masa silam sebagai cermin untuk menata
kehidupan masa depan. Berangkat dari hal tersebut, bisa disimpulkan
jika kejayaan adalah hasil usaha bukan hasil sebuah kesempatan yang betul-betul
kebetulan, “blessing in disguise”.
Mari kita resapi sejenak sepenggal
kenangan yang pernah hinggap dalam ingatan. Kenangan betapa kaum muslimin dan
risalah Islam yang dibawanya, pernah bercokol di atas sebuah wilayah benua Eropa
selama kurang lebih 800 tahun lamanya. Sebuah rentang waktu yang relatif lama dan
membekas cukup mendalam.
Andalusia, sebuah nama
yang telah lama mencuri perhatian dunia. Negeri eksotis nan indah, di bawah pemerintahan
Islam dari tahun 92 H/711 M hingga tahun 797 H/1492 M. Kekhilafahan Islam dan
dinasti kaum muslimin berhasil mengubah wilayah di daratan Eropa itu menjadi
simbol kegemilangan peradaban dan kekuatan umat Islam pada masa itu. Bangunan-bangunan
dengan estetika dan kemegahan tegak berdiri. Ilmu pengetahuan dan penelitian
berkembang pesat. Para sejarawan yang meneliti negeri Andalusia banyak
menceritakan bagaimana umat Islam yang berkuasa di wilayah itu berhasil
memberikan sumbangsih bagi kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan yang lebih
kompleks di seluruh Eropa (terutama dalam hal kemajuan intelektual).
Daratan Andalusia yang menyimpan begitu
banyak jejak-jejak sejarah yang rasanya perlu
untuk dikaji dan dipelajari, tak terkecuali kota-kota tua di dalamnya yang
pernah menjadi saksi bisu pencapaian peradaban Islam masa silam. Diantara
kota-kota tersebut, kota destinasi [1]pertama
yang menarik untuk kita tapaki kisahnya adalah Cordoba.
Kota yang pernah ditaklukan oleh Panglima perang
Tariq bin Ziad ini terkenal sebagai warisan wisata sejarah dengan ratusan uniqueness
[2]
hasil akulturasi budaya Islam dan Eropa abad pertengahan. Sehingga pantas jika UNESCO
meresmikannya sebagai the world heritage site[3].
Selain itu, Cordoba dikenal
sebagai “the greatest center of learning”[4]atau
pusat belajar dan kebudayaan terbesar di Eropa tatkala kota-kota lain di Eropa
saat itu berada pada masa kegelapan. Kecermelangan peradaban kota ini tak jarang
menjadi rujukan bangsa-bangsa Eropa saat itu.
Saat itu Cordoba bagai bunga yang
menebar harum di Eropa pada Abad pertengahan sebagaimana digambarkan oleh
seorang penulis Lane Poole sebagai the wonders of the world. Berikut kutipan tulisan Lane-Poole :
"To Cordoba belong all the beauty and ornaments that delight the eye or dazzle the sight. Her long line of Sultans form her crown of glory; her necklace is strung with the pearls which her poets have gathered from the ocean of language; her dress is of the banners of learning, well-knit together by her men of science; and the masters of every art and industry are the hem of her garments.”
"To Cordoba belong all the beauty and ornaments that delight the eye or dazzle the sight. Her long line of Sultans form her crown of glory; her necklace is strung with the pearls which her poets have gathered from the ocean of language; her dress is of the banners of learning, well-knit together by her men of science; and the masters of every art and industry are the hem of her garments.”
·
Islam dan Cordoba
Cordoba –Kordova, bahasa Arab : قرطبة- awalnya bernama Iberi Bath,
dibangun pada era kekuasaan Romawi. Berselang lima abad kemudian, kota ini
berada dalam kekuasaan Bizantium dibawah pimpinan Raja Goth Barat. Babak baru
dari sejarah dunia dimulai tatkala Islam hadir di wilayah ini pada tahun 93 H
atau 711 M. Tampilah panglima Thariq bin Zaid sebagai pembuka daratan Andalusia
setelah menaklukan pasukan raja Roderic lewat peperangan sepekan -11 hingga 19
Juli 722 M atau 20 hingga 28 Ramadahan 92 H- di muara sungai Rio Barbate. Zaman
pun berlalu hingga tiba era kejayaan Islam di daratan Andalusia (khususnya kota
Cordoba yang menjadi sentral intelektual di Eropa dengan perguruan-perguruan
yang sangat terkenal dalam bidang kedokteran, matematika, filsafat, sastra,
bahkan musik).
Pada masa keemasan Islam di Cordoba,
lahirlah para ilmuan dan ulama’ caliber dunia. Beberapa di antaranya adalah
Muhammad Ibnu Rusydi, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ibnu Rusydi
atau Averrous. Ibnu Rusydi merupakan seorang ilmuwan muslim yang sangat
berpengaruh pada abad ke-12. Ia adalah seorang filosof yang telah berjasa
mengintegrasikan Islam dengan tradisi pemikiran Yunani. Selain itu lahir pula seorang
mufasir ternama yaitu Al-Qurtubi yang menulis kitab tafsir al-Qurtubi. Disusul
pakar kesehatan modern, Az-Zahrawi, yang memperkenalkan teknik
keperawatan dan menciptakan alat dan teknik terbaru untuk bedah luar dan dalam.
Ia menulis buku medis bergambar yang dijadikan referensi oleh pakar kedokteran
Eropa.
Beberapa situs bersejarah di Cordoba
1.
Jembatan Cordoba (Al-Jisr dan Qantharah Ad-Dahr)
Jembatan ini dibangun pada awal
abad kedua Hijriyah tahun 101 H atau sekitar 14 abad silam. Dibangun
oleh Gubernur Andalusia As-Samh bin Malik pada masa kekhalifahan Sayyidina Umar
bin Abdul Aziz dengan rentangan panjang sekitar 400 m, lebar 40 m dan tinggi 30 m. Yang patut dibanggakan
dari jembatan ini adalah kemegahan arsitektur yang melebihi jembatan- jembatan
lainnya karena memang jembatan ini dibangun tatkala manusia belum mengenal
sarana transportasi dan pembangunan yang canggih dan memadai.
2.
Masjid Jami’ Cordoba salah satu unsur
peradaban Cordoba yang sangat penting dan bangunannya masih tetap bertahan
hingga sekarang. Masjid tersebut dalam bahasa Spanyol disebut Mezquita, yang diadopsi
dari kata masjid. Mulai dibangun pada masa pemerintahan Abdurrahman ad-Dakhil
tahun 170 H / 786 M. Kemudian diteruskan oleh putranya Hisyam dan
khalifah-khalifah setelahnya.
Masjid Jami’ Cordoba
adalah masjid yang paling tersohor di Andalusia, bahkan di seluruh daratan Eropa. Tidak ada masjid kaum muslimin yang menyerupai
masjid ini dari segi estetika, luas, dan besarnya ketika itu. Separuh masjid
dibuat beratap dan separuhnya lagi tidak. Jumlah lengkungan bangunan yang
beratap ada empat belas buah. Dengan 1000 deret tiang (baik tiang yang besar
ataupun kecil), ditambah 113 sumber penerangan (penerangan yang terbesar
terdapat 1000 lampu dan yang paling kecil memuat 12 lampu) dan ditaburi dengan
berbagai ornamen seni ukir yang beraneka ragam. Tentu
di balik keindahan itu ada sebuah makna tersirat bahwa keindahan yang tertuang
dalam setiap pilar masjid merupakan kelembutan jiwa untuk mencapai kesempurnaan
rasa. Hasrat yang tertuang dalam keseriusan membangun tempat itu adalah klimaks
betapa indahnya peradaban Islam di Cordoba.
Satu hal yang tak bisa dipisahkan dari masjid ini adalah
mihrab. Konon, mihrab yang masyhur dengan keindahannya tersebut dibuat selama
tujuh tahun dan dikerjakan oleh tujuh orang ahli, selain tukang pembantu. Di
sebelah utara mihrab terdapat sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat beberapa
wadah yang terbuat dari emas, perak, dan besi. Semuanya untuk tempat nyala
lampu pada setiap malam ke-27 bulan Ramadhan. Di ruangan ini pula terdapat
mushaf besar yang hanya dapat diangkat oleh dua orang. Tak hanya itu, terdapat
juga mushaf hasil tulisan tangan Utsman bin Affan t. Namun,
akhir cerita masjid ini harus berakhir miris karena setelah Reconquista (Penaklukkan kembali Spanyol oleh kaum
Kristen), masjid ini dialihfungsikan menjadi sebuah Gereja kategral gotik
dengan gaya arsitektur Moor.
3.
Universitas Cordoba
Pada era Imperium
Abrurrahman III, berdirilah Universitas Cordoba yang termasyhur dan menjadi
kebanggaan umat Islam. Berbondong-bondong mahasiswa dari berbagai wilayah,
termasuk mahasiswa Kristen dari Eropa menimba ilmu. Dari universitas inilah,
Barat menyerap ilmu pengetahuan. Salah satu mahasiswa Kristen yang menuntut
ilmu di Spanyol adalah Gerbert d’Aurillac (945-1003) yang kemudian menjadi Paus
Sylvester II.
Itulah
sekilas cuplikan kota Cordoba. Sayang, masa kejayaan itu hanya bertahan 320
tahun dan harus berakhir tragis. Dinasti Umayyah di Spanyol pun akhirnya runtuh
akibat pertikaian dan perebutan kekuasaan. Hingga akhirnya pada 1031 M, Islam
terusir dan terhapus dari Cordoba.
Referensi:
·
عصرالدولتين الأموية والعباسية وظهور فكرالخوراج لتأليف علي محمد محمدالصلّابي
COMMENTS