Perjanan hidup Habib Syekh Al-Musawa laksana air zamzam yang jika diminum menyegarkan dan tak pernah habis. Biografi kehidupan beliau pe...
Perjanan hidup Habib Syekh Al-Musawa laksana air zamzam yang jika diminum menyegarkan dan tak pernah
habis. Biografi kehidupan beliau penuh dengan hikmah dan makna, faktor usia bukanlah penghalang yang mampu
menghentikan kegiatan belajar mengajarnya. Tekadnya sungguh tinggi, kecerdasan
dan kedisiplinan beliau membuat orang lain kagum kepadanya.
Habib Syekh Al-Musawa dilahirkan
pada tahun 1921 di Purwakarta, Jawa Barat. Beliau adalah putra dari Habib Ahmad
bin Muhammad Al-Musawa dan Sayyidah Sa’diyah. Sejak usia dini putra kedua dari
tiga saudara ini dididik langsung oleh ayahandanya, seorang ulama yang terkenal
di masanya.
Habib Syekh Al-Musawa menghabiskan masa kecilnya untuk menimba ilmu agama, tatkala
umur beliau mencapai sembilan tahun, beliau meneruskan jenjang pendidikanya ke
Rubath Tarim, Hadramaut di sana beliau berguru pada Habib Ahmad bin Umar Asy-Syatiri,
penyusun kitab Yakutun Nafis, dan pengasuh Rubat Tarim Habib Abdullah
bin Umar Asy-Syatiri, beliau banyak
mempelajari berbagai ilmu diantaranya fiqih, tafsir, nahwu, sharaf dan balaghah
dan tasawuf.
Semangat belajar beliau yang tinggi membawanya ke Mekkah Al-Mukarramah, meski waktu itu Timur Tenggah
tak lepas dari imbas suasana perang dunia pertama, tekad beliau yang kuat tak
mengurungkan langkahnya menuju Mekkah. Walaupun
hanya dengan mengendarai unta, beliau berangkat dari Tarim menuju Mekkah. Di tenggah perjalanan habib syekh al
musawa sempat mengajar di beberapa desa
yang ia singahi. Tak heran
jika perjalanan itu menghabiskan waktu kurang lebih dua bulan.
Sesampainya di tanah suci Mekkah, beliau langsung belajar kepada Sayyid
Alwy bin Abbas Al-Maliky ayah dari sosok Sayyid Muhammad Al-Maliky. Diantara
guru Habib Syekh Al-Musawa adalah Habib Alwy bin Shahab, Habib Abdulbari bin Syekh
Al-Idrus dan Sayyid Amin Qutbi.
Di Mekkah,habi Syekh sempat bertemu
dengan santri asal Indonesia seperti Habib Ali bin Zain bin Shahab(Pekalongan),
Habib Abdullah Al-Kaff (Tegal), Habib Abdullah Syami Al-Attas (Jakarta) dan Habib Husien bin
Abdullah Al-Attas (Bogor).
Setelah menimba ilmu dari guru-gurunya, beliau kembali ke tanah air
Indonesia pada tahun 1947. kemudian beliau menikah dengan Sayyidah nur, putri
dari Zubaid di Surabaya.
Tak lama dari pernikahanya,
beliau mengajar di madrasah Al-Khairiah. Habib Syekh Al-Musawa adalah
figur seorang ulama yang tekun dalam hal pendikikan, bahkan setelah menikahpun beliau masih ingin tetap belajar,
akhirnya beliu belajar kepada Habib Muhammad bin hasan As-Seggaf di Kapasan. Setelah habib
Muhammad wafat, beliau menggantikan gurunya untuk mengajar
di majelis taklim almarhum. Tiga
tahun kemudian Habib Syekh bin Ahmad Al-Musawa pindah ke Jakarta, beliau
mengajar setiap Minggu pagi di majelis taklim Kwitang yang diasuh oleh Habib Muhammad
Al-Habsyi selama enam tahun.
Pada tahun 1967 beliau berangkat ke beberapa Negara Islam di Timur Tenggah dalam rangka mencari dana pembangunan ICI (Islamic centre Indonesia). Setelah pembangunan
ICI selesai, seorang alim yang gemar mempelajari ilmu tasawuf ini mengajar di
majelis taklim asuhan K.H.
Muhammad Zein di kampung Makasar, Kramat Jati, selama sepuluh tahun dan kemudian mengajar di
madrasah Az-Ziyadah dibawah asuhan K.H. Ziayadi Muhajir selama tiga puluh
tahun, setelah Kiayi Muhajir meninggal, Habib Syekh Al-Musawa menggantikan
almarhum mengasuh majelis
taklim hingga tahun 2003. Selain beliau mengajar di sana, beliau juga mengajar dimajelis taklim Habib
Muhammad bin Aqil bin Yahya, di jalan Pedati, Jakarta. Bukan hanya itu, beliau
juga mengajar di tiga puluh majelis taklim yang lain di berbagai tempat di
Jakarta. Dan yang tak kalah hebatnya beliau juga pernah mendapatkan mandat dari
habib Abdullah asy-syatiri untuk mengajari putranya yaitu habib Salim asy-
syatiri sewaktu beliau masih kecil
Pada tahun 2003 beliau kembali
ke Surabaya dan tinggal di jalan
Kalimasudik II. Setibanya ayah delapan anak ini (dua putra dan enam putri),
beliau lebih banyak istirahat di rumah.
Namun tekad dan kegigihan seorang alim yang selalu mengenakan gamis dan serban
putih ini, sanggatlah tinggi. Keteguhan dan
semanggat beliau dalam belajar dan mengajar patut ditiru.
Di samping banyaknya santri yang datang ke rumahnya untuk belajar,
beliau masih sempat mengajar tasawuf di majelis burdah asuhan Habib Syekh bin
Muhammad Al-Idrus di jalan Ketapang
Kecil, setiap Kamis sore sampai
menjelang magrib. Dan beliau juga membuka majelis taklim setiap hari Jum’at siang, yang
dihadiri dari beberapa kalangan masyarakat dan diteruskan dengan makan siang di
rumahnya.
Adapun kegiatan rutinitas beliau
di bulan Ramadhan yaitu mengisi acara khataman Al-Qur’an pada
tanggal 19 Ramadhan di langgar Norbet Kalimas Nadya. Habib Syekh Al-Musawa sangat menyukai ilmu tasawuf. Adapun
salah satu karya beliau adalah Muqtathafat
Fi al masail Al khilafiah (beberapa petikan masalah khilafiah) meski
kesehatan beliau kurang baik, beliau masih semangat menyelesaikan kitab tentang
pernikahan dalam empat ulama madzhab.
Dari beberapa keistimewaan yang beliau miliki,
beliau termasuk mukasyifin. Suatu hari tatkala beberapa orang
datang kerumah beliau dalam rangka
bersilaturahmi, mereka membawakan anggur untuk beliau, ketika itu terbesit di
hati mereka untuk merasakan anggur tersebut dan kebetulan mereka belum shalat
dhuha. saat mereka hendak memberikan
anggur tersebut, Habib Syekh justru menyuruh mereka untuk shalat dhuha dan
memakan setengah anggur yang mereka berikan dan kemudian berkata: “Bukankah
kalian ingin merasakan anggur ini dan juga kalian belum shalat dhuha?”.
habib Syekh Al-musawa adalah
sosok ulama yang dermawan dan juga orang yang tawadhu’ , hal ini
terbukti dari sikap dan pelakuan beliau terhadap orang lain. Habib Syekh Al-Musawa meninggal tatkala beliau berumur 85 tahun (atau 91 tahun menurut perkiraan
hijriah) yaitu pada jam 09:30 malam (lebih kurang waktu Surabaya) malam Sabtu,
23 Syawwal 1431 H/1 Oktober 2010, dan beliau dikebumikan pada waktu ashar di
kemudian hari yang bertempat di pemakaman Majannatul Arab, Pegirian.
COMMENTS