لَنْ يَصْلُحَ آخِرَ هَذِهِ الْأُمَّة إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا “Generasi akhir umat ini tidak akan kembali jaya, kecuali de...
لَنْ يَصْلُحَ آخِرَ هَذِهِ الْأُمَّة إِلاَّ بِمَا
صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا
“Generasi
akhir umat ini tidak akan kembali jaya, kecuali dengan apa-apa yang telah
mengantarkan kejayaan generasi awal”
)الإمام مالك ( t
Menelisik perjalanan umat
Islam masa silam tak ubahnya melihat sebuah cermin sebagai indikator kemajuan
atau kemunduran umat Islam saat ini. Sisi lain dari sejarah yang selalu
mengundang intuisi pembaca untuk sekadar membaca atau mengambil pelajaran dari potret masa
lalu. Hal itulah
yang mengawali perjalanan perpustakaan dalam rubrik khazanah edisi kali ini.
Keberadaan
literatur kuno atau manuskrip hasil buah pemikiran para cendikiawan terdahulu sebelum munculnya percetakan (seperti saat ini) merupakan hal yang sulit untuk ditemui. Tak jarang untuk
memiliki kitab-kitab kuno harus mengganti dengan nilai yang tinggi. Selain jarak tempat
penyalinan yang jauh dan membutuhkan waktu perjalanan yang cukup panjang, kitab-kitab
tersebut disalin secara manual, lembaran demi lembaran sampai terhimpun menjadi
satu kitab utuh dengan bilangan jilid tertentu.
Berangkat dari kenyataaan tersebut,
muncul sebuah wacana dari sekelompok orang yang memiliki kemampuan finansial
dan kepedulian terhadap nilai ilmu pengetahuan pada zaman tersebut untuk
mendirikan sebuah tempat dengan koleksi berbagai kitab sebagai sumber khazanah
intelektual yang lazim kita sebut saat ini sebagai perpustakaan.
Tampillah
Khalid bin Yazid dalam panggung sejarah Umat Islam pada tahun 85 H
sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan
perpustakaan Islam.
Selang beberapa masa berikutnya, muncul berbagai jenis
perpustakaan baik pribadi maupun milik umum yang tersebar di berbagai
wilayah Islam. Perpustakaan dengan jumlah puluhan atau bahkan ratusan menjadi tempat
kondusif bagi kelahiran ulama-ulama klasik dan saintis Islam terkemuka seperti Al
Ghazali, Al Kindi, Ibu Rush, Al Farabi, Ibnu Khaldun, Ibnu Haitam dan lainnya.
Periodesasi Era Perpustakaan
1.
Era Perintisan Perpustakaan
Era perintisan perpustakaan dimulai pada saat Nabi Muhammad r memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan penulisan Al-Qur’an sebagai wahyu. Perintah
ini direalisasikan dengan mengangkat 44 sahabat
sebagai penulis Al-Qur’an, beberapa diantaranya: Sy. Abu Bakar as-Shidiq, Sy. Umar bin Khattab, Sy.
Ali bin Abi Thalib, Sy. Muawiyah bin Abu Sufyan, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab dan Khalid bin Walid, dll. Penulisan Al-Qur’an
masa itu dilakukan dengan pendektean langsung oleh Rasulullah r. Hasil penulisan para sahabat yang diabadikan dalam
bebatuan tipis, pelepah kurma, kulit dan tulang disimpan di dalam rumah
Rasulullah r. Hal lain
yang muncul sebagai stimulus perintisan perpustakaan adalah perintah Rasul r kepada para kafir Quraisy yang menjadi tawanan perang Badar untuk mengajari anak-anak
muslim Madinah membaca dan
menulis sebagai tebusan kebebasan mereka.
2.
Era Pembentukan dan Pembinaan Perpustakaan
Lompatan zaman membuat perpustakaan memasuki fase baru dalam lembar sejarah masyarakat Islam. Fase ini menjadi awal dari
era kegemilangan peradaban
dan Ilmu pengetahuan. Setelah
adanya upaya pengkodifikasian Al-Qur’an dalam bentuk mushaf, timbul keinginan
masyarakat muslim (terutama yang hidup jauh dari masa Rasulullah r) untuk memahami Al-Qur’an dan ajaran-ajaran Islam
sesuai dengan yang dipahami dan dilaksanakan oleh Rasulullah r ketika itu. Sehingga muncul inisiatif dari
sebagian ulama untuk melakukan kodifikasi hadits Rasulullah r, meski pada awalnya mendapatkan tentangan karena
berpegang kepada redaksi hadits yang melarang penulisan ucapan Rasul selain Al-Qur’an.
Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz (wafat 675 M) beliau memberi mandat kepada Muhammad
bin Muslim bin Syihab az-Zuhri al-Madaniy (wafat 695 M) untuk menghimpun hadits
dan membukukannya dengan pertimbangan bahwa pelarangan menulis hadits pada masa
itu karena dikhawatirkan akan adanya percampuran antara hadits dengan
Al-Qur’an.
Kepeloporan Ibn Syihab az-Zuhriy dalam pengkodifikasian hadits ternyata mampu memberi daya magnetis tersendiri bagi ulama-ulama lainnya untuk ikut serta dalam penghimpunan hadits. Sehingga
lahirlah koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Turmudzi,
dan koleksi-koleksi buah karya para ahli hadits.
Perpustakaan dan Gerakan Penerjemahan
Gerakan penerjemahan telah memberi
sumbangsih besar dalam era revolusi besar ilmu pengetahuan dan teknologi Islam
masa silam, apalagi dengan adanya perpustakaan yang menopang penempatan
literatur-literatur klasik dan
manuskrip-manuskrip
langka sebagai aset berharga
sebuah bangsa
. Era pertama
gerakan penerjemahan ini
dipelopori
oleh Khalifa al-Mansur dari Daulah Abbasiyah. Penerjemahan ke dalam bahasa Arab
dimulai dari literasi berbahasa Persia dalam bidang astrologi, ketatanegaraan
dan politik, moral, seperti Kalila wa Dimma dan Sindhid. Gerakan
penerjemahan dilanjutkan khalifah berikutnya, yaitu Khalifah Al-Makmun (813-833).
Dalam kurun waktu tersebut, Islam mengalami kemajuan pesat di bidang ekonomi,
ilmu pengetahuan, konstruksi dan teknologi, kesenian dan sastra. Kemajuan inilah yang
mendorong pemerintahan di masa itu untuk menyediakan berbagai fasilitas termasuk pengembangan perpustakaan sebagai wujud kebebasan
intelektual.
Pusaran waktu dan kebutuhan yang tinggi akan ilmu pengetahuan membuat pepustakaan mengalami perkembangan pesat. Tak
hanya sebagai tempat penyimpanan buku-buku
kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, Etiophia,
dan India, namun telah berkembang sebagai tempat
pendidikan, pusat pengembangan
ilmu pengetahuan, dan pusat riset astronomi dan matematika.
3.
Era Kemunduran Perpustakaan
Era perpustakaan sebagai simbol era revolusi ilmu pengetahuan
nyatanya mengalami antiklimaks di penghujung episode
sejarah umat Islam. Era
kemunduran ini berimbas pada kemunduran peradaban umat Islam masa itu.
Kemunduran tersebut tentu tak lepas dari dua faktor dasar, faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang melatarbelakangi kemunduran
tersebut tak lain karena ketidakberdayaan kaum muslimin terhadap disintegrasi politik sehingga muncul persaingan dalam
mendominasi kekuasaan. Hal inilah yang yang membuat sektor pendidikan menjadi terbengkalai.
Faktor eksternal yang menjadi pemicu kemunduran
perpustakaan adalah jatuhnya wilayah-wilayah muslim akibat agresi dan
peperangan, misalnya agresi tentara Tar-tar yang dipimpin oleh Hulako Khan tahun 1258, berhasil menumbangkan pemerintahan Khilafah Bani
Abasiyah di Baghdad dan membantai jutaan kaum muslim di sana. Selain
menghancurkan kota Baghdad, tentara Mongol juga membakar dan membuang buku-buku
ilmu pengetahuan yang berada di perpustakaan Baghdad.
Petaka perang Salib yang juga
berdampak pada kehancuran beberapa perpustakaan yang ada di Tripoli, Marrah,
Al-Quds, Ghazzah, Asqalan dan kota-kota lainnya.
Beberapa Profil Singkat Perpustakaan Kuno
1 .
Perpustakaan
AdzDzahiriyah

2.
Perpustakaan Astan
Quds Rajavi Al-Markaziyah
Terletak di Masyhad,
salah satu kota di provinsi Khurasan Rajavi, timur Iran. Perpustakaan ini
didirikan pada tahun 1457 dengan koleksi jutaan lebih manuskrip dan bermacam
kitab dalam berbagai bidang keilmuan. Tahun 2003, jumlah koleksi kitab sebanyak
30.250 eksemplar, 25.000 kitab kuno, kitab tulisan tangan sebanyak 17.280 dan
lainnya sebanyak 72.490 judul.
3. Perpustakaan Al-Khalidiyah
4.
Perpustakaan Sulaimaniya
Terletak di Istanbul,
Turki
dan masih menjadi bagian dari Masjid Agung Sulaimaniyah. Nama Sulaimaniyah sendiri merujuk pada nama salah seorang Sultan dari Kerajaan
Utsmani, Sulaiman Al-Qanuni (1495 – 1466 M). Perpustakaan ini dibangun atas
perintah beliau guna melengkapi komplek Masjid yang diarsitekturi oleh Mi’mar
Sinan, seorang perancang bangunan ternama Dinasti Utsman. Masjid Agung Sulaimaniyah terdiri dari dua bagian; bagian barat yang mencakup perpustakaan, kantor, tempat penelitian, dan tempat
menampilkan koleksi mikrofilm. Sementara bagian timur mencakup madrasah bagi
pemuda di zaman tersebuat, tempat pemeliharaan koleksi, dan tempat pameran
kaligrafi serta cetakan buku.
Sumber:
Syariatullah
al Khalidah karangan as Sayyid as Syarif Muhammad bin Alwi al Malikiy
http://n21imuth.wordpress.com
COMMENTS