(Reduksi Terminologi Hijab di Mata Muslimah) يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشً...
(Reduksi Terminologi Hijab di Mata
Muslimah)
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي
سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ
آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
"Hai anak Adam[1],
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan
pakaian indah untuk perhiasan dan pakaian takwa[2].
Itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat." (QS. al-A’raf (7);26).
Hijab dan Trend fashion pasar
Dinamika
pemikiran manusia terus menghasilkan berbagai inovasi baru, tak kecuali pada dunia
fashion muslimah. Fashion sebagai elemen penting yang membantu
pembentukan penampilan dan presentasi diri -apalagi iklim Globalisasi seperti
saat ini- membawa konsekuensi penting bagi praktik kehidupan berbagai individu
dan masyarakat di seluruh dunia, baik positif maupun negatif. Patut kita
syukuri tentunya, tatkala berbagai inovasi dalam dunia fashion tersebut
mampu menggait hati wanita –khususnya muslimah- untuk berhijab. Namun sayangnya,
jika kita lebih cermat dalam melihat realita tersebut, ada sebuah manuver ekonomi
yang tersembunyi di balik fenomena tersebut. Fashion sebagai produk kapitalisme
memang difungsikan sebagai komoditas budaya demi terbentuknya sikap
konsumerisme. Belum lagi daya kritis pasar membuat mereka terjebak mengikuti
arus budaya yang terbentuk, contohnya budaya konsumerisme. Budaya ini membuat
masyarakat muslim kehilangan identitas dirinya secara perlahan, step by step.
Hasrat akan prestise,
status sosial, kesenangan dan tingginya self monitoring[3]
akan semakin meningkatkan impulsive buying[4],
membuat mereka terjerat dalam mekanisme pasar sehingga berimplikasi pada
kemunculan budaya konsumerisme sebagai sarana pelepasan hasrat dan
ketidakpuasan terhadap objek komoditas. Tingginya tingkat konsumsi terhadap
objek komoditas yang tidak sebanding dengan pemahaman tentang esensi
dari sebuah hijab atau jilbab akan mereduksi nilai substansi hijab itu sendiri.
Akibatnya hijab akan dijadikan sebagai trend fashion yang akan terus
mengerosi lapisan syariah.
Tentu dalam realita
tren pasar fashion tersebut,terjadi benturan peradaban yang tak mungkin
dihindari antara peradaban Barat dan peradaban Islam. Perkembangan fashion
Barat yang tidak sejalan dengan pola hukum Islam, jelas tidak dapat dijadikan
sebagai kiblat. Untuk itulah, filtrasi arus budaya Barat dalam bidang fashion
–khususnya hijab- menjadi hal wajib untuk diterapkan. Jika tidak, umat Islam ke
depan akan terpuruk dalam degradasi moral dan akhlak dalam berpenampilan. Sebut
saja fenomena jilboobs[5] sebagai
bentuk propaganda berbusana, pengungkapan identitas Islam dengan hijab sebagai
tutup kepala di satu sisi, tetapi di sisi lain juga ada entertaining
ekspresi tubuh yang kasat mata dengan mencampakkan sisi religiusitas
sebuah hijab. Mengenai hal tersebut, Rasulullah r telah
bersabda:
حَدّثني زُهَيرُ بْنُ حَربٍ. حدثنا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْل عن أبيهعن أبي هُرَيرة.
قال: قال رسول الله r : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
لَمْ
أَرَهُمَا. قَوْمٌ مَعَهُمْ
سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النّاسَ. وَنِسَاءٌ كَاَسِيَاتٌ
عَارِيَات, مُمِيْلَاتٌ مَائِلَاتٌ, رُءُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ,
لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ, وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا. وَإِنّ رِيْحَهَا لَيُوجَدُ
مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا.
“Meriwayatkan
kepadaku, Zuhair bin Harb, Meriwayatkan kepada kami dari Jabir bin Suhail dari
Ayahnya dari Abi Hurairah berkata, Rasulallah rbersabda:duagolongan dari
penduduk Neraka yang belum pernah akumelihat keduanya. Suatu kaum yang memiliki
cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan Para wanita yang berpakaian
tapi telanjang[6],
berlenggaklenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring[7].
Wanita seperti ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
padahal baunya tercium dari perjalanan sekian dan sekian”.
(رواه مسلم: كتاب اللباس والزينة: باب النساء الكاسيات العاريات المائلات
المميلات: (2128))
Sedangkan QS. al Ahzab ayat
32 dan 33 telah memberi ketentuan sebagai berikut:
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti
wanita yang lain, jika kamu bertakwa.Maka janganlah kamu tunduk[8]dalam
berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya[9]dan
ucapkanlah Perkataan yang baik dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[10]dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang
dahulu[11]dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai
ahlul bait[12]dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Hal yang senada dengan pembahasan ayat di atas juga
disinggung dalam ayat ke 59 Surah al-Ahzab:
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya[13]ke
seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Menyikapi permasalahan tersebut, rasanya kurang pas jika kita
langsung menjustifikasi secara frontal permasalahan yang ada. Meski realita dalam praktek berbusana
(sadar atau tidak) telah mengalami reduksi karena terlarut dengan trend fashion. Akibatnya, kaum hawa hanya akan menjadi
objek dan korban opini modernitas irrasional dari manuver media. Itulah yang
menciptakan image kebanggaan semu ketika sebagian muslimah mampu mengikuti trend
fashion hijab yang ada.
Belum
lagi, reduksi dalam praktik berbusana yang dialami umat Islam juga disebabkan oleh
keterbatasan pemahaman dalam memaknai terminologi busana atau hijab. Yang perlu dilakukan adalah berusaha
memahami pola pikir dan pemahaman muslimah saat ini (khususnya para jilboobers) tentang kebutuhan berbusana yang
berbudaya sesuai nilai-nilai agama kita dan merekonstruksi
interpretasi berbusana –khususnya berhijab- sesuai kaidah syar’i sehingga
terjadi sinkronisasi antara nilai estetika budaya hijab dengan akhlak dalam
berbusana. Karena memang, pembentukan akhlak muslimah lewat busana secara tidak
langsung itu penting untuk mencapai kesempurnaan iman.
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْن إيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ
خُلُقاً، وَخِيَارُكم خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهم (رواه
الترمذي وقال: حديث حسنٌ صحيحٌ)
Tanggung Kolektif
Tentu, permasalahan rekontruksi pemahaman hijab sebagai
ideologi mutlak dari produk syari’at yang telah Allah I tetapkan -bukan
sebagai produk pragmatisme[14] atau
tren pasar-merupakan bagian dari tanggung jawab kolektif yang harus kita
jalankan sebagaimana yang telah tercantum dalam QS. al Ashr ayat 2 dan 3:
¨إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.”
Dalam redaksi ayat yang lain disebutkan:
“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar[15]
merekalah orang-orang yang beruntung.” (ali Imron: 104)
Label fashionable dan stylish
serta hijab gaya kontemporer yang kini menjadi candu yang sangat digemari
kalangan muslimah, tak urung menjadi contoh kinerja sistem global paradoks yang
sangat menonjol. Memang, terkadang ada titik tertentu dimana fashion hijab atau
jilbab menjadi oase di tengah klaim “monotone” hijab itu sendiri (menurut
sebagian wanita). Niatan baik untuk menumbuhkan kecintaan terhadap Islam
melalui fashion hijab patut dihargai,
Yang perlu digarisbawahi, jangan sampai produk fashion tersebut membuat
persepsi buta dari batas syar’i. Meski nilai estetika dalam hijab itu penting,
tapi yang lebih penting adalah nilai substansi akhlak dalam hijab itu sendiri.
û يَا
بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ
وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَÇËÏÈ
“Hai anak Adam sesungguhnya
Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan.dan pakaian takwa itulah yang paling baik. yang demikian itu
adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu
ingat.” Sebuah syair berkata:
جَمَالُ الرُّوحِ ذَاكَ هُوَ
الجَمَالُ #تَطِيبُ بِهِ الشَّمَائِلُ وَالخِلالُ
وَفِي
الأَجْسَادِ أَرْوَاحٌ ثِقَالُ # وَلاَ تُغْنِي إِذَا حَسُنَتْ وُجُوه
Keindahan jiwa itulah keindahan yang sesungguhnya, hal itulah
yang membuat indah karakter dan berbagai kekurangan yang ada dan tak cukup jika
hanya kecantikan wajah karna dalam jasad-jasad ada jiwa-jiwa yang berat (lebih berharga).
Esensi dari sebuah hijab atau jilbab
“Katakanlah kepada
wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.” (QS. an Nūr :31)
Sebagaimana redaksi
ayat di atas, esensi berhijab adalah sebuah keharusan seorang muslimah. Berhijab adalah
sebuah bentuk ketaatan atas perintah Allah I. Fungsi hijab itu
menutupi keindahan, sejalan dengan potongan ayat “dan janganlah Menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau………………..”bukan mengumbar
keindahan yang akan menjerumuskan mereka sebagai objek eksploitasi jahiliyah
modern atas nama trend fashion.
Hijab
atau jilbab adalah simbolisasi ketaatan muslimah dan bentuk iffah
(penjagaaan diri) dari fitnah. Tak ada hal yang kontradiktif antara stetmen di
atas dengan beberapa pendapat ulama, misalnya saja pendapat Sy. Muhammad bin
Alwi al Malikiy al Hasaniy dalam kitab beliau Syarīatullah al Khālidah yang
berbunyi:
"…وسدل الحجاب بين الرجال والنساء الأجنابيات محافظة على
النسل وإبعاد للظنة وإراحة لكل ضمير."
“...dan
menguraikan hijab antara laki-laki dan perempuan ajnabiy[16]
sebagai bentuk penjagaan kelangsungan keturunan, menjauhkan dari perasaan
(negatif) dan menyenangkan kepada setiap hati.”
Itulah
mengapa hijab menjadi media manifestasi ruhani bagi para pemakainya. Pakaian
yang mampu menjauhkan unsur sensualitas, mampu mengajak pemakainya untuk
bersifat malu, menjaga diri dan mengatur bagaimana berinteraksi antar lawan
jenis.
Sumber :
·
روائع
البيان تفسير الآية الأحكام من القرآن للشيخ محمد علي الصابوني.
·
النصائح
الدينية والوصاية الإيمانية للإمام شيخ الإسلام قطب الدعوة والإرشاد الحبيب عبد
الله بن علوي الحداد الحضرمي الشافعي.
·
حاشية
الصاوي على تفسير الجلالين شرح العلامة الشيخ أحمد بن محمد الصاوي المصري الخلوتي
الملكي.
·
المرأة
بين طغيان النظام الغربي ولطائف التشريع الرباني لالدكتور محمد سعيد رمضان البوطي.
·
Salman al Audah, Wahai
Putriku. Mutiara Publising. Jakarta; 2014.
[3]Setiap
individu berbeda dalam memilih jenis informasi yang digunakan untuk konsep dirinya.
Tiap‐tiap individu memiliki kesadaran berbeda‐beda tentang cara menampilkan perilaku
pada orang lain yang disebut sebagai self monitoring (Penrod, 1986). Self
monitoring adalah kemampuan individu untuk menangkap petunjuk yang ada di
sekitarnya, baik personal maupun situasional yang spesifik untuk mengubah
penampilannya, dengan tujuan menciptakan kesan positif yang meliputi kemampuan
individu untuk memantau perilakunya dan juga sensitivitas individu untuk melakukan
pemantauan terhadapdirinya (Hiskawati,2004). Dikutip dari JURNAL PSIKOLOGI FAKULTAS
PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA VOLUME 35, NO. 2, 181 – 193, “Hubungan Self
Monitoring Dengan Impulsive Buying Terhadap Produk Fashion Pada Remaja
Anastasia Anin F., Rasimin BS., & Nuryati Atamimi.
[4]Impulsive
buying dapat didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk membeli secara
spontan, reflektif, atau kurang melibatkan pikiran, segera, dan kinetik. Individu
yang sangat impulsif lebih mungkin terus mendapatkan stimulus pembelian yang
spontan, daftar belanja lebih terbuka, serta menerima ide pembelian yang tidak
direncanakan secara tiba‐tiba.(Murray dalam Dholakia, 2000).
[5]jilboobs adalah suatu kata gabungan dari Jilbab
dan Boobs (dada wanita) atau
mungkin juga tercipta dari gabungan kata jilbab dan boob yang berarti
kesalahan, jadi artinya kesalahan dalam hal berjilbab.
Kata jilboobs ini adalah istilah untuk menyindir seorang perempuan yang berjilbab namun masih berpakaian yang tak memenuhi standar behijab. Misalnya memakai pakaian yang ketat hingga keliatan lekuk tubuh atau pakaian yang sangat tipis, transparan dan sebagainya yang melanggar aturan syar'i agama islam. Dikutip dari http://riizhu.blogspot.com/
Kata jilboobs ini adalah istilah untuk menyindir seorang perempuan yang berjilbab namun masih berpakaian yang tak memenuhi standar behijab. Misalnya memakai pakaian yang ketat hingga keliatan lekuk tubuh atau pakaian yang sangat tipis, transparan dan sebagainya yang melanggar aturan syar'i agama islam. Dikutip dari http://riizhu.blogspot.com/
[6]
Dikatakan bahwa menutup sebagian tubuh dengan memperlihatkan bagian yang lain
atau dengan berpakaian tipis sehingga mensifatkan warna tubuh.
[7]Maksudnya
dengan membesarkan kepalanya dengan melilitkan imamah, ikat kepala atau
sejenisnya.
[8]Yang dimaksud dengan tunduk di
sini ialah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak
yang tidak baik terhadap mereka.
[9]Yang dimaksud dengan dalam hati
mereka ada penyakit ialah: orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan
wanita, seperti melakukan zina.
[10]Maksudnya: isteri-isteri Rasul ragar tetap di rumah dan ke luar
rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah ini juga
meliputi segenap mukminat.
[11]Yang dimaksud Jahiliyah yang
dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad rdan yang dimaksud Jahiliyah
sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.
[14]Maksudnya adalah penerapan yang hanya disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan manusia
yang terus berkembang
[15]Ma'ruf: segala perbuatan
yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan
yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
[16]bukan
mahram
COMMENTS