Sejak awal 2015 kita telah disuguhi sejumlah pemberitaan media yang terjadi dibalik akses gadget dan smartphone. Salah s...
Sejak
awal 2015 kita telah disuguhi sejumlah pemberitaan media yang terjadi dibalik akses
gadget dan smartphone. Salah satunya mengenai pemberitaan bahwa
sepanjang tahun 2014, Indonesia telah menorehkan prestasi runner-up
sebagai pengunjung situs porno terbanyak setelah Turki.[1]
Mengapa harus Indonesia?
Memang masalah pornografi menjadi buah bibir
yang terus saja diperbincangkan. Apalagi jika dikaitkan dengan masalah
penggunaan teknologi gadget saat ini yang dirasa masih belum optimal. Sikap arif dan daya olah teknologi
secara positif menjadi pemandangan yang jarang untuk dijumpai, malahan penggunaan
teknologi terkesan membawa efek boomerang bagi para penggunanya.
Ibarat pisau bermata dua, teknologi gadget dan
smartphone membawa sisi positif dan negatif. Namun, terkadang dampak negatif
yang dibawa lebih mendominasi. Tak mengherankan jika fleksibelitas penggunaan teknologi
touchscreen ini, dijadikan sebagai media akses bebas secara privasi aneka
konten porno dengan beragam kualitas secara cepat dan biaya murah, kapanpun dan
dimanapun sesuai keinginan. Hal inilah yang dianggap sebagai pemicu kemunculan masalah adiksi pornografi
(cybersexual addiction) yang cukup rame diperbincangkan media beberapa waktu
yang lalu.
Layaknya adiksi (kecanduan) lainnya, adiksi
pornografi dan pornoaksi akan berdampak luas pada dimensi sosial yang ada. Tak sedikit
pula jika adiksi tersebut berimbas kepada peningkatan angka perzinahan dan kejahatan
seksual.
Bagaimana
Islam bersikap?
Untuk itulah,meski
pada dasarnya akses pornografi sendiri merupakan kegiatan pribadi, namun tetap
saja imbas dari perbuatan tersebut tidak bisa ditolerir. Sejauh apapun kegiatan
tersebut, selama bertentangan dengan nilai-nilai fundamental dalam Islam maka
dianggap patut untuk diatur dalam rangka memberi maslahat kepada umat. Sebagai
realisasinya, Islam memberi
diktum (pernyataan) haram kepada hal-hal yang berpotensi menjadi fitnah (seperti
melihat ajnabi), pensyariatan hijab, perintah untuk menundukkan pandangan.
Sayangnya, pensyariatan tersebut dipandang oleh sejumlah kelompok
sebagai konsep yang out of date dan sekadar utopia belaka untuk mengatasi
masalah pornografi saat ini. Benarkah demikian?
(HQ)




COMMENTS