Oleh: Ahmad Kholili Hasib “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan menger...
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal shalih serta saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling
menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).
Dalam surat tersebut, Allah bersumpah dengan al ‘Ashr, yang dimaksud adalah
waktu atau umur. Karena umur inilah nikmat besar yang diberikan kepada manusia.
Umur ini yang digunakan untuk beribadah kepada Allah. Karena sebab umur,
manusia menjadi mulia dan jika Allah menetapkan, ia akan masuk surga.
”Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/499).
Dalam
Islam, waktu itu bukanlah uang seperti kata sebuah adagium, time is money.
Tetapi, waktu sarat dengan nilai ubudiyah.Di
sini, amal shalih menjadi tujuan utama. Dan manusia sebenarnya dalam keadaan
merugi kecuali beriman dan beramal shalih. Surat al-‘Ashr tersebut mengajarkan
kepada kaum muslimin akan disiplin waktu. Supaya tidak menjadi orang yang rugi
di akhirat.
Maka,
orang merugi adalah orang yang tidak memanfaatkan waktunya untuk persiapan
kehidupan abadi, yaitu hidup setelah mati. Betapa kita terlalu lalai
memanfaatkan aktifitas mulya ini. Berapa lama kita membaca al Qur’an atau
membaca buku-buku. Bandingkan dengan lamanya kita duduk di warung kopi dan
trotoar jalan, sekedar ngobrol, ngerumpi dan menghabiskan waktu luang. Berapa
jam kita menonton TV dan tidur. Bandingkan dengan lamanya kita beribadah.
Berapa lama pula kita meeting bisnis, bandingkan dengan berapa lama kita
duduk di majelis ilmu dan majelis-majelis mengingat Allah. Sungguh banyak waktu
kita yang terlewat.
Penyesalan
dalam ayat tersebut karena lalai menunaikan kewajiban Allah dan memandang
rendah agama Allah. Dua hal tersebut disebabkan waktu yang tidak dimanfaatkan
dengan baik atau waktu luang digunakan untuk hal yang tidak baik.
Lebih
berbahaya lagi jika waktu disia-siakan untuk mengerjakan perbuatan yang
dimurkai-Nya. Jadi, dalam managemen waktu, ada dua pilihan; menyibukkan dengan
kebenaran dan menyibukkan dengan perkara yang dimurkai. Waktu kosong yang
digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna, pada akhirnya akan mengantarkan
kepada kegiatan-kegiatan yang dimurkai.
Imam
al Syafi’i pernah mengatakan: “Jika anda tidak menyibukkan diri anda dengan
kebenaran, maka ia (waktu) akan menyibukkan anda dengan kebatilan”.
Oleh
sebab itu, dalam pengisian waktu sesungguhnya terjadi pertempuran sengit antara
setan dan hati kita. Hal yang paling penting untuk menjaga kehidupan kita
adalah menyusun rencana-rencana dan program yang akan mengisi waktu. Dan tidak
memberi sedikitpun celah kepada setan untuk ikut beraktifitas dalam sela-sela
waktu kita.
Jika
kebenaran yang menguasai celah-celah dalam waktu kita, maka ia akan
membangkitkan potensi yang terpendam dalam diri manusia. Sebaliknya jika
kebatilan jadi penguasa waktu, maka tunggulah kerusakannya.
Bagaimana
belajar memangemen waktu? Bagi awam dan pelajar pemula, para ulama’ memberi
petunjuk sederhana, yaitu mendisplinkan shalat tepat pada waktunya.
Sesungguhnya amal ibadah yang efektif dalam mendidik disiplin waktu itu shalat
jama’ah tepat pada waktunya.
Allah
berfirman:”Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di
waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu. Sesungguhnya shalat itu adalah
fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS.
Al-Nisa’: 103).
Disiplin
shalat lima waktu bisa menjadi media pembelajaran memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya. Kita bisa mendidik diri atau anak dan murid kita dengan ini.
Sesudah shalat, diisi dengan dizikir dan membaca al Qur’an.
Jika
kita mampu mengatur waktu ini dimulai dengan disiplin shalat, maka lambat laun
ibadah-ibadah lainya akan tertunaikan dengan disiplin. Inilah yang disebut
Allah sebagai orang yang tidak merugi.
Allah
SWT menyebutkan sifat-sifat orang yang beruntung, yaitu mereka yang mampu
menjaga waktunya dengan beriman dan beramal shalih.
Dalam
ayat ini kita bisa menarik pelajaran penting mengenai waktu. Yaitu isilah waktu
itu dengan empat hal; menjaga iman, mengerjakan amal shalih, menasihati dalam
kebenaran dan menasihati dalam kesabaran.
Tidaklah
iman itu akan bisa menjadi benar kecuali dengan ilmu. Karena ilmu merupakan cabang
dari iman tersebut dan tidak sempurna iman seseorang kecuali jika dia memiliki
ilmu. Oleh karenanya, mengisi waktu luang dengan menambah ilmu itu sangat
mulia.
Amal
shalih yang mencakup semua kebaikan, mulai dari kebaikan yang bersifat dzahir
hingga kebaikan yang bersifat bathin, dimana hal itu berkaitan dengan hak-hak
Allah dan hak-hak hambanya baik hal-hal yang hukumnya bersifat wajib ataupun
yang bersifat anjuran.
Aktifitas
lain yang penting adalah saling menasehati dalam hal kebenaran dan kesabaran.
Ketika sedang ngobrol dan duduk-duduk santai, alangkah baiknya digunakan dengan
mengucapkan kalimat-kalimat nasihat, mendorong saudara dan teman untuk
memperbaiki kualitas kehidupan. Menasehati untuk bersabar dalam menjalankan
ibadah. Sabar dalam menuntut ilmu dan menghadapi tantangan kehidupan.
Dari
situ kita bisa menyimpulkan bahwa waktu itu adalah amanah Allah yang diembankan
kepada manusia. Kita pasti akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Simak sabda Rasulullah SAW ini: “Tidak akan beranjak kaki seorang hamba di
akhirat kecuali setelah ditanya tentang empat perkara; ditanyakan tentang
umurnya lalu bagaimana ia menggunakannya dan ditanyakan kepadanya tentang ilmu
yang didapatkannya lalu apa yang dilakukannya dengan ilmu tersebut, ditanyakan
kepadanya tentang harta yang ia dapatkan dari mana ia mendapatkannya dan kemana
harta itu dibelanjakan dan ditanyakan kepadanya tentang jasadnya lalu kemana
dipergunakannya”. (HR.Tirmidzi).
Pantas
saja Imam Fakhruddin al Razi begitu menghargai waktu setinggi-tingginya. Tiada
celah sedikitpun ia berikan untuk hal-hal yang tidak berguna. Ia pernah
mengatakan: “Demi Allah, sungguh aku sedih karena kehilangan banyak waktu
kesempatan mempelajari ilmu di saat makan. Sesungguhnya waktu dan zaman itu
mulya”.[]
COMMENTS