Kemarau panjang selalu menjadi momok menakutkan dalam kehidupan. Tumbuhan meranggas dan sumber air perlahan menger...
Kemarau panjang selalu menjadi momok menakutkan dalam kehidupan. Tumbuhan meranggas dan sumber air perlahan mengering. Hewan ternak tak lagi menghasilkan susu segar untuk diperah. Himpitan ekonomi dan musibah tersebut menjadi alasan bagi para wanita bani Sa’d untuk mencari bayi-bayi untuk diasuh selama beberapa waktu. Terlebih bagi Halimah as Sa’diyah dan keluarga kecilnya. Dengan bekal seadanya, mereka pergi ke Mekkah.
Dengan menunggangi
seekor keledai dan unta yang dimakan usia, Halimah tertinggal jauh di belakang kafilah
yang pergi bersamanya dari awal perjalanan. Ditambah sang buah hati yang terus
menangis di sepanjang perjalanan lantaran air susu Halimah yang tak mencukupi
kebutuhan putranya. Lengkaplah penderitaan wanita tersebut. Dia hanya bisa
bersabar dengan keadaan yang sangat menyulitkan dan berharap mendapatkan bayi
susuan dengan upah yang sesuai.
Sesampainya di
Mekkah, rombongan tersebut langsung berpencar dan mencari orang yang
membutuhkan jasa untuk menyusukan anaknya pada mereka. Sepertinya,
keberuntungan masih tidak memihak kepada Halimah. Kendaraan yang Halimah
tunggangi terlalu pelan, sehingga Halimah dan suaminya terlambat sampai ke kota
Mekkah. Pada saat itu juga, semua wanita dari bani Sa’d sudah mendapatkan apa
yang mereka cari. Tinggallah Halimah seorang yang belum mendapatkan orang yang
membutuhkan jasanya.
Awalnya, Halimah
menolak mengasuh putra Aminah lantaran ia terlahir dalam keadaan yatim. Ia tak
bisa mengharap mendapatkan banyak upah dari Ibu maupun Kakek si bayi. Tapi,
karena tak ada pilihan lain, dengan berat hati Halimah menerima tawaran
tersebut.
Halimah berkata kepada Abu Dzuaib,
suaminya, “Demi Allah, Aku tidak akan kembali sebelum mendapatkan anak untuk Aku
susui. Aku akan mengambil anak yatim itu.”
“Lakukanlah,
siapa tahu dengan mengasuhnya, kau akan mendapatkan berkah.” Jawab suaminya.
Sayyidah Aminah sangat senang saat
melihat kedatangan Halimah ke rumahnya. Karena hanya dialah satu-satunya harapan
Sayyidah Aminah untuk menitipkan putra kesayangannya kepada kafilah Bani Sa’d.
Keadaan di kota berbeda dengan desa. Karena
banyaknya pendatang dari berbagai daerah, kota Mekkah pun terbawa arus
kebobrokan moral. Hal itulah yang dikhawatirkan para orang tua kepada anak-anak
mereka. Sehingga mengirim bayi dari kota untuk diasuh di desa sudah menjadi
adat bagi bangsa arab pada saat itu. Sesuai adat yang berlaku, putra Aminah
diasuh selama dua tahun di tempat tinggal pengasuhnya.
Dengan langkah
bimbang, Halimah menuju rombongan yang sedari tadi menunggunya. Halimah
menggendong Muhammad kecil dengan hati-hati supaya ia tidak terjaga dari
tidurnya. Namun, tak seperti yang diharapkan, si bayi malah merasa lapar dan
minta disusui.
Keanehan pun
terjadi. Halimah begitu terkejut ketika menyusui Muhammad kecil karena ASI yang
keluar tiba-tiba sangat lancar dan banyak. Tidak sampai di situ saja, keajaiban
lain juga dirasakan suaminya. Unta yang sudah kurus kering dan mustahil untuk
menghasilkan susu, ternyata kantong susunya penuh. Mereka pun meminumnya sampai
kenyang. Malam itu, mereka bisa tidur nyenyak saat perjalanan.
Mereka tiba di
rumah pada sore hari. Tidak ada tanah yang lebih tandus dari tanah kediaman
mereka. Halimah terkejut, saat melihat kambing-kambingnya pulang dari gembala
dengan kantong susu yang penuh. Padahal kambing-kambing penduduk yang lain sama
sekali tidak berisi susu. Sejak hari itu, kebahagiaan di kediaman Halimah as
Sa’diyah dimulai dengan hadirnya sang putra Aminah yang istimewa.
Hari berganti
hari, tahun berganti tahun. Tak terasa, Muhammad kecil telah menginjak usia
lima tahun. Pada suatu hari, saat ia bermain bersama saudara dan
teman-temannya, datanglah dua malaikat yang berwujud dua orang laki-laki. Tanpa
disangka, dua orang tadi membelah dada Rasulullah r dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Melihat adegan yang
mengerikan itu, saudara sepersusuannya langsung lari ke rumah dan
berteriak-teriak, “Ayah, Ibu! Muhammad ditangkap dua pria berpakaian putih. Dia
ditidurkan kemudian dadanya dibuka. Kedua orang itu mengeluarkan sesuatu dari
dada Muhammad.”
Halimah begitu
terkejut mendengar pengaduan putranya. Begitu juga suaminya. Tanpa pikir
panjang, mereka langsung menuju ke tempat Muhammad kecil berada. Mereka
mendapatinya berdiri sendirian dengan wajah pucat.
“Apa yang
terjadi, Nak ?” tanya Halimah.
Dengan
terbata-bata Muhammad kecil menjawab, “Aku didatangi dua laki-laki berpakaian
putih. Aku ditidurkan, lalu mereka membelah dadaku dan mengeluarkan sesuatu
dari dalamnya.”
Setelah mendengar
penuturannya, mereka pun mengajaknya pulang ke rumah. Suami Halimah khawatir,
kalau nantimya kejadian ini akan menjadi pertanda buruk bagi keluarganya. Sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan,
akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Mekkah, mengembalikan Muhammad kecil kepada
Ibunya.
Setiap pertemuan
pasti ada perpisahan. Muhammad kecil pun kembali ke pangkuan Ibunya, Sayyidah
Aminah. Perpisahan ini membuat Halimah sangat bersedih. Bagaimana tidak,
Rasulullah r diasuh oleh Halimah selama lima tahun dan selama itu pula Halimah
mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada beliau. Kenangan-kenangan indah
bersamanya kembali terbesit dalam benak Halimah. Hanya air mata yang dapat
menggambarkan betapa sedihnya Halimah. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia yakin
akan bertemu lagi dengan Rasulullah r, suatu hari nanti.
Waktu begitu
singkat, anak susuannya tumbuh menjadi pria dewasa. Kabar bahwa Nabi Muhammad r menjadi Rasul semakin menyebar di jazirah Arab. Hingga hal tersebut
sampai ke telinga Halimah yang membuatnya sangat senang.
Hingga datang
suatu hari, saat Halimah tak mampu lagi menahan rasa rindunya kepada anak
susuan istimewanya. Akhirnya ia berangkat meninggalkan kampungnya menuju Mekkah
untuk menemui Rasulullah r. Melihat kedatangan Ibu susuannya, Rasulullah r langsung melepaskan selendangnya dan menggelarnya di tanah untuk
menyambut kedatangan Halimah. Rasulullah r sangat memuliakannya sampai membuat para sahabat yang belum
mengenalnya keheranan. Begitulah cerminan budi pekerti, kecintaan, dan rasa
hormat dari Rasulullah r kepada Ibu susuannya.
Manis pahit
kehidupan telah dialami Halimah. Tentu semua itu ada akhirnya. Ia meninggal di
Madinah dan dimakamkan di pemakaman Baqi’, diantara wanita-wanita mulia yang
lainnya.
COMMENTS