عَن حَكِيم بن حِزام رضي الله عنه عَن النَبِي قَالَ: "اليَدُ العُليا خَيْرٌ مِنَ اليَدِ السُفلَى وَ ابْدَأ بِمَنْ تَعُوْلُ وَ خَيرُ...
عَن
حَكِيم بن حِزام رضي الله عنه عَن النَبِي قَالَ: "اليَدُ العُليا خَيْرٌ
مِنَ اليَدِ السُفلَى وَ ابْدَأ بِمَنْ تَعُوْلُ وَ خَيرُ الصَدَقَةِ مَا كَانَ
عَنْ ظَهْرِ غِنى وَ مَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَهُ اللهُ وَ مَنْ يَسْتَغْنِ
يُغْنِهِ اللهُ," متفق عليه و اللفظ للبخاري
Diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam,
dari Rasulullah r bahwasanya beliau
bersabda: “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Dan mulailah
dari orang yang kamu nafkahi. Sebaik-baik sedekah itu dari orang yang masih
mencukupi. Barangsiapa yang menjaga harga dirinya, maka Allah akan menjaga
harga dirinya. Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan
mencukupkan(rizki)nya.” Muttafaq alaih (diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan
Muslim)
Menelusuri hadist-hadist tentang bersedekah
tidak pernah memberi kesan yang buruk. Allah I menyimpan beribu rahasia di balik indahnya
bersedekah. Mulai dari harta yang tidak akan berkurang hingga ibadah para Nabi
yang dapat diimbangi oleh pahala sedekah. Diceritakan bahwasanya tatkala Nabi
Ibrahim telah selesai membangun ka’bah, beliau sholat di setiap pojok bangunan
ka’bah sebanyak seribu rakaat. Kemudian Allah I mendatangkan wahyu, “Wahai Ibrahim, Alangkah
indahnya amal yang telah kamu lakukan! Akan tetapi, sesuap makanan yang engkau
berikan kepada orang yang lapar lebih baik daripada semua itu.”
Dari
redaksi hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Hizam di atas, setidaknya ada lima
poin penting yang berhubungan erat dengan bersedekah. Berikut perinciannya:
1. Tangan Para Pemberi
Tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah. Hadits ini
telah menjadi peribahasa yang sudah tak asing lagi di telinga masyarakat.
Peribahasa yang menerangkan bahwa orang yang memberi itu lebih baik daripada
orang yang menerima. Keutamaan sedekah bisa dilihat ketika Rasulullah r menyebutkan tujuh orang yang akan berada di
naungan Allah I tatkala tiada naungan lagi selain
naungan-Nya. Beliau menyebutkan bahwa orang yang bersedekah secara sembunyi
(diibaratkan tangan kiri yang tidak tahu dengan apa yang disedekahkan tangan
kanan) adalah salah satu dari ketujuh orang tersebut.
Beberapa ulama berbeda pendapat dalam
menafsirkan kalimat tangan di atas yang disebutkan oleh Rasulullah r dalam hadist. Sebagian berpendapat bahwa yang
dimaksud adalah orang yang menjaga harga dirinya dengan tidak meminta-minta.
Sebagian lagi berpendapat bahwa yang dimaksud dalam hadist adalah orang yang
menerima sedekah tanpa meminta sebelumnya. Namun, pendapat yang paling kuat
adalah yang mengatakan bahwa tangan di atas adalah orang yang menyedekahkan hartanya
sebagaimana Rasulullah r telah menjelaskan sebelumnya.
2
Sedekahlah pada
Keluargamu
Rasulullah r meneruskan hadist beliau dengan kalimat mulailah
dari orang yang kamu nafkahi. Hal itu berarti, kita harus mendahulukan
perkara yang wajib dalam menafkahi keluarga maupun kerabat. Kemudian, apabila
keluarga sudah mendapatkan haknya, maka sedekah boleh diberikan kepada orang
lain.
Pernah diceritakan tatkala Zainab (istri Ibnu
Mas’ud) mendatangi Nabi r, ia berkata, “Wahai Nabiullah, hari ini
Engkau telah memerintahkan kami untuk bersedekah. Dan sesungguhnya aku kini memiliki
perhiasan. Kemudian aku ingin menyedekahkannya. Sementara Ibnu Mas’ud
beranggapan bahwa ia dan anaknya paling berhak mendapatkan sedekah itu.”
Rasulullah r menjawab, “Ibnu Mas’ud benar. Suamimu dan
anakmu adalah orang yang paling berhak mendapatkan sedekah itu.”
Dalam hadist lain, Rasulullah r menyebutkan bahwa orang yang memberikan
sedekah kepada orang lain sementara dia mengetahui bahwa keluarganya lebih
membutuhkan, maka hal itu termasuk hal-hal yang melampaui batas.
3. Jangan Habiskan
Hartamu
Sedekah memang indah. Pahala yang didapatkan
tidak perlu diragukan lagi. Namun, Rasulullah r menjelaskan bahwa sedekah yang baik adalah
yang tidak menghabiskan harta. Sedekah tersebut masih menyisakan harta
setidaknya para keluarga masih bisa mendapatkan nafkah yang berhak untuk mereka
dapatkan.
Akan tetapi, hal ini juga tidak mencegah seseorang
untuk banyak bersedekah. Dalam beberapa gambaran, bersedekah hingga
menghabiskan harta diperbolehkan. Contohnya apabila orang yang bersedekah rela
dan ikhlas dengan semua harta yang ia keluarkan. Seperti Abu Bakar as Siddiq
yang tak segan-segan menghabiskan seluruh hartanya untuk kepentingan agama. Atau
apabila semua anggota keluarga yang ia nafkahi rela dengan semua harta yang
disedekahkan, maka hal tersebut tidak dilarang.
4. Menjaga Harga
Diri
Harga diri yang dimaksud adalah saat seseorang
mengurungkan niatnya untuk meminta-minta kepada orang lain meski ia sendiri tahu
bahwa dirinya sedang memerlukan bantuan. Maka tidak seharusnya bagi orang
miskin mengharap-harap pemberian orang lain sementara ia tidak berusaha untuk
mencari nafkah yang halal dengan usahanya sendiri. Padahal, ketika Rasulullah r ditanyai tentang pekerjaan yang terbaik,
beliau menjawab:
"عَمَلُ الرَجُلِ بِيَدِهِ, وَ كُلُّ بَيعٍ مَبْرُور" (رواه البزّر و صحّحه الحاكم)
“Amal yang
dilakukan oleh seseorang dengan tangan(kemampuan)nya sendiri, dan semua
transaksi yang sah.” (diriwayatkan oleh al Bazzar, dan disohihkan al Hakim)
Sungguh tidak benar apabila seseorang
menjadikan kegiatan meminta-minta sebagai mata pencahariannya. Hal tersebut
akan melahirkan rasa ketergantungan kepada pemberian orang dan juga mengurangi
rasa percaya kepada Dzat yang mengatur rezeki. Rasulullah r pernah bersabda bahwa apabila seseorang
menghabiskan hidupnya di dunia dengan meminta-minta, pada hari kiamat nanti ia
akan dibangkitkan tanpa ada segumpal daging pun di wajahnya.
5. Selalu Merasa
Cukup
Semua rezeki yang ada di tangan setiap makhluk
sudah ditentukan jauh sebelum segalanya diciptakan. Entah rezeki itu banyak
maupun sedikit, itu semua adalah kehendak Allah I. Kita tidak patut membantah atau mengeluh
akan segala takdir yang telah ditentukan-Nya.
Kebahagiaan manusia tidak tergantung akan
banyak atau sedikitnya harta yang ia miliki. Apabila seseorang percaya akan
segala ketentuan Allah I, ia tidak akan mengeluh dan lantas menerima
dengan apa yang didapatnya walaupun hal itu tidak banyak. Meskipun hal itu
bukanlah kebahagiaan bagi orang lain, tapi ia akan bahagia memilikinya. Para
ulama terdahulu menjalani kehidupan yang bahagia tidak dengan harta yang
banyak. Bahkan, Rasulullah r sendiri menerapkan hidup sederhana hingga
akhir hayatnya sebagai contoh bagi umatnya dalam menjalani kehidupan di dunia.
Referensi:
1. Bulugh al Maram
min Adillatil Ahkam,
Ibnu Hajar al Asqolany
2. al Fawaid al Mukhtaroh, Ali bin Hasan Baharun
3. Shohih al
Bukhori, Imam Bukhori
COMMENTS