“Baru-baru ini, Amerika Serikat melegalkan perkawinan sejenis. Presiden mereka secara resmi melegalkan hal tersebut. Sejak tahun 2015, pe...
“Baru-baru
ini, Amerika Serikat melegalkan perkawinan sejenis. Presiden mereka secara
resmi melegalkan hal tersebut. Sejak tahun 2015, permasalahan tersebut ada
undang-undangnya. Jadi, apabila sesama laki-laki maupun perempuan jika menikah,
mereka akan mendapatkan surat nikah, fasilitas, dan lainnya. Intinya, hal ini
sudah menjadi legal. ”
Perkawinan sejenis dengan dalih kebebasan
HAM dan orientasi sosial sudah banyak menuai kontra dalam perdebatan. Anehnya,
perkembangan LGBT terlihat naik secara signifikan di mata dunia. Terkait
permasalahan LGBT ini, tim al Bashiroh mengadakan wawancara bersama Ustadz
Kholili Hasib, salah satu admin web inpasonline.com yang sempat mengulas
pembahasan serupa.
Mengenai permasalahan LGBT, bagaimana
perkembangannya di Indonesia?
“Pandangan
kita saat ini, kasus tersebut sudah mulai marak di berbagai media. Baru-baru
ini, di daerah Jawa Tengah, dilangsungkan sebuah perkawinan sesama jenis yaitu
laki-laki dengan laki-laki. Hebatnya, perkawinan tersebut dilangsungkan
sebagaimana pernikahan pada umumnya.
“Tapi
sebenarnya, pada tahun 2004, hal ini sudah gencar dikampanyekan di dunia
akademik. Pada tahun tersebut, Fakultas Syariah IAIN Semarang menerbitkan
sebuah jurnal justisiah yang mengangkat tema ‘Indahnya Kawin Sesama Jenis’. Hal
itu luar biasa rusak karena semua dalil-dalil Quran maupun hadis dihancurkan.
“Dua
tahun setelah terbitnya jurnal justisiah, terdapat kelompok-kelompok LGBT di
Jogja berikut para pendukung yang berasal dari liberal mengadakan ‘Jogja
Principal’. Isinya adalah, mereka berusaha memperjuangkan hak-hak homo dan
lesbi dalam undang-undang. Mereka masuk melalui komnas HAM. Poin utamanya,
mereka menganggap orang Islam yang menolak homo dan lesbi sebagai orang Islam
yang diskriminatif, melanggar HAM, dan sebagainya. Jadi,
perkembangan-perkembangan seperti ini harusnya diwaspadai.
“Baru-baru
ini, Amerika Serikat melegalkan perkawinan sejenis. Presiden mereka secara
resmi melegalkan hal tersebut. Sejak tahun 2015, permasalahan tersebut ada
undang-undangnya. Jadi, apabila sesama laki-laki maupun perempuan jika menikah,
mereka akan mendapatkan surat nikah, fasilitas, dan lainnya. Intinya, hal ini
sudah menjadi legal.”
Ustadz
Kholili menerangkan, apabila fenomena ini sudah terjadi di Amerika yang
bergelar ‘Super Power’, maka kemungkinan terjadi di negara lain sangat tinggi.
Terutama negara-negara yang menjadikan Amerika sebagai kiblat. Di Belanda,
terdapat seorang pendeta yang kawin sesama jenis. Tidak seperti di Filipina dan
Arab Saudi yang menghukum mati bagi pelaku.
Lebih
lanjut, beliau menceritakan tentang seorang pelaku homo dan lesbi yang
mencalonkan diri sebagai anggota komnas HAM. Wujud dari pergerakan LGBT di
dunia politik.
“Maka
saya bilang, perkembangan LGBT di Indonesia itu sudah mencapai taraf yang
sangat mengkhawatirkan apabila pemerintah tidak segera ambil tindakan. Karena
kampanye mereka menolak diskriminasi, menuntut kebebasan dan HAM. Jadi mereka
sekarang masuk melalui tiga jalur. Mulai dari akademik, gerakan sosial, lalu
jalur politik.” tutur beliau.
Lantas, mungkinkah legalisasi LGBT terjadi
di Indonesia?
“Kita
semua tidak mengharapkan hal itu terjadi. Sangat memalukan, jika homo dan lesbi
dapat disahkan di Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara penduduk
muslim terbesar di dunia, di dalamnya banyak pesantren, banyak alim dan ulama,
bagaimana bisa melegalkan LGBT? Hal ini jangan sampai terjadi. Kalau disahkan,
hal ini akan membuat masalah baru. Justru akan menimbulkan persoalan-persoalan
sosial. Hal ini cenderung tidak aman bagi negara.
“Mayoritas
ulama menolak. Jangankan Islam, sebagian pendeta-pendeta Kristen saja menilai
negatif. Karena di dalam Injil itu dilarang, hukumannya mati. Makanya ketika
negara-negara barat, Amerika, Irlandia, dan beberapa negara lainnya itu
melegalkan perkawinan sejenis, para vatikan menolak dan memberi warning. Mereka
menyatakan bahwa ini tragedi kemanusiaan di zaman modern.
“Kalau
terjadi di Indonesia, justru yang dirugikan adalah pemerintah. Mereka rugi
dalam bidang sosial. Pasti akan terjadi konflik-konflik sosial. Begitu juga
dari segi kesehatan. Jelas hal itu menjadi media penularan HIV. Karena hal itu
memang proyek untuk menghancurkan manusia. Coba bayangkan, apabila manusia
kawin sesama jenis, mereka tidak akan punya anak. Lalu manusia nantinya akan
habis. Jadi sebetulnya kalau dikampanyekan ke negara muslim, hal ini justru
menghancurkan Islam. Jadi kita berharap hal ini tidak dilegalkan.”
Beliau
menjelaskan bahwa KUHP nomor 292 yang sekarang belum benar-benar melindungi.
Hukum tersebut hanya mengerucut kepada kelainan seksual terhadap anak-anak.
Beliau berharap, pemerintah harusnya lebih tegas dengan menentukan KUHP yang
baru. Karena Indonesia yang menganut ‘Ketuhanan yang Mahaesa’ mestinya tidak
bertentangan dengan ketentuan agama. Sebagaimana dijelaskan beliau bahwa LGBT
jelas melanggar agama, Islam bahkan Kristen.
“Jadi
sebenarnya tidak ada celah. Dari sisi kesehatan, agama, semua tidak ada celah.
Intinya, pemerintah harusnya lebih tegas.”
Kalau kita membahas dari sisi agama,
sebenarnya bagaimana Islam melarang perbuatan ini? Apa latar belakang
pengharamannya?
“Kalau
madzhab Syafi’i, zina laki-laki dengan perempuan saja termasuk perbuatan keji.
Apalagi sesama jenis. Pelakunya namanya luti, dari liwat. Hukumannya mati
karena lebih keji dari pada zina. Kalau zina itu fawahis, ini lebih keji dari
pada fawahis. Akal sehat tidak bisa terima. Karena hal itu sebetulnya penyakit
kejiwaan.
“Kalau
dari perspektif agama, jangankan bertemunya alat kelamin antar lawan jenis.
Sesama laki-laki kalo saling memegang, meraba, itu sudah termasuk hubungan
sesama jenis, sama-sama fawahis. Sama-sama dosa besar.
“Meski
hanya melihat, tapi dengan nafsu. Itu sudah dosa. Kemudian apabila memegang,
meraba-raba itu sudah jatuh pada fawahis. Dan hal tersebut sudah dosa besar.”
Penjelasan
beliau kemudian mengarah kepada kasus yang terjadi pada PBB lima puluh tahun
silam. Pada waktu itu, timbul istilah DSM (Mental Disorder) bagi pelaku LGBT.
Para pengidapnya berusaha disembuhkan hingga akhirnya kembali hidup normal.
Namun
dua puluh tahun kemudian, seorang psikolog menyuarakan bahwa homo ataupun lesbi
bukanlah DSM, melainkan bawaan jiwa atau yang disebut dengan orientasi seksual.
Dan pendapat ini akhirnya disetujui oleh PBB dan WHO (Badan Kesehatan
Internasional).
Kemudian
Ustadz Kholili mengangkat beberapa nama yang menyanggah pendapat tersebut.
“Kalau ahli-ahli kita dari Indonesia, ada DR. Dadang Hawari. Kalau
internasoinal, ada Prof. Malik Badri dari sudan. Beliau psikolog ahli
kedokteran jiwa yang diakui internasional. Ia yakin bahwa penyakit jiwa ini
dapat disembuhkan. Begitu juga Dadang Hawari yang berpendapat bahwa ini adalah
kelainan jiwa yang harus disembuhkan. Bukan pada bawaan jiwa atau istilahnya
‘orientasi seksual’ itu.”
Beliau
menegaskan bahwa Allah telah mengaruniai manusia dengan orientasi seksual
terhadap lawan jenis. Apabila ada yang menyalahi, maka mental orang tersebut
tidak waras. Dapat dipastikan ia mengalami kesalahan dalam kejiwaannya.
“Makanya
kita yang Islam, kalau mereka punya kajian akademik, kita juga harus punya
kajian akademik. Bisa dibuktikan secara ilmiah. Baik dari sisi psikologis, sisi
kesehatan. Kalau dari sisi agama sangat jelas. Bahwa hal ini adalah penyakit.
Harus ada penelitian secara continue kalau hal ini adalah penyakit, bukan
orientasi seksual. Kalau benar, maka ini adalah orientasi seksual yang salah.”
Beberapa dari mereka berpendapat, hal yang
diharamkan adalah liwat atau zina dalam hubungan sejenis. Adapun rasa suka
terhadap sejenis dalam LGBT, itu tidak terdapat nash khusus yang menjelaskan.
Bagaimana penjelasannya?
“Sebenarnya mereka telah mendekonstruksi
kisah Nabi Luth. Bahkan, kisah-kisah tersebut menurut mereka dianggap sebagai
hukuman Allah kepada kaum Nabi Luth bukan karena kasus sodomi mereka, melainkan
karena kekufuran mereka. Padahal hal itu sudah jelas. Adzab itu karena liwat
mereka. Makanya Nabi Luth mengajak mereka supaya tidak kawin sesama jenis,
apalagi liwat.
“Kalau sodomi itu dilaknat. Jangankan itu,
bahkan saling meraba itu termasuk fawahis. Apalagi sodomi. Kalau dalam fiqh,
meraba-raba dengan syahwat sudah termasuk fawahis. Kalau sudah fawahis, itu
sudah tindakan homo. Meski tidak disodomi, itu sudah dianggap fawahis.”
Kemudian, apa solusi bagi orang yang sudah
terjerumus dalam LGBT tersebut?
“Menurut beberapa penelitan, kebanyakan
pelaku homo seks yang sulit keluar dari dunia mereka disebabkan karena tidak
kuat menahan hawa nafsu. Meski mereka tahu kalau perbuatannya salah, akan
tetapi mereka tidak kuat menahan hawa nafsu.
“Maka kita umat Islam harusnya membangun
klinik-klinik penyembuhan bagi pelaku homo dan lesbi. Sebab ini banyak. Mereka
tidak diketahui sebab mereka malu, tidak menampakkan diri. Kalau sudah ketemu
temen, atau bahkan komunitas, maka lebih berbahaya lagi. Tidak akan
sembuh-sembuh.
“Kemudian kita juga harus punya riset-riset
ilmiah di perguruan-perguruan tinggi. Karena mereka juga menyerang dari dunia
akademik. Maka kita mestinya punya riset khusus membahas LGBT. Mulai dari riset
kesehatan maupun sosial. Riset dilapangan pelaku-pelaku itu kayak apa, kita kan
belum punya. Pelaku LGBT itu ada berapa? Mereka yang ingin sembuh ada berapa?
Komunitas-komunitas yang ada juga berapa? Karena sekarang di kota-kota sudah
banyak komunitas. Seperti Pasuruan, Jombang, apalagi Malang.
“Dari riset tersebut, kemudian
rekomendasinya diolah sedemikian rupa. Hingga akhirnya bidang penyembuhan bisa
bertindak. Di Jakarta, ada lembaga ‘Peduli Sahabat’ dan Aila (Aliansi Cinta
Keluarga). Salah satu kegiatannya memberi penyuluhan-penyuluhan,
seminar-seminar. Meski sebenarnya seminar, buku, majalah itu tidak cukup. Harus
ada tindakan nyata agar mereka disembuhkan. Karena beberapa kasus dapat
disembuhkan. Seperti di Malaysia, terdapat tetstimoni. Di sana ada klinik
testimony hingga akhirnya dapat sembuh. Akhirnya kembali hidup secara normal.”
Demikianlah
penuturan Ustadz Kholili mengenai LGBT, wujud kaum Sodom pada zaman ini. Di
akhir wawancara, beliau menjelaskan bahwa sebenarnya LGBT ialah salah satu
rencana para aktivis liberal. “Jadi liberal tidak hanya tentang sekularisme
ataupun pluralisme, tapi juga mengampanyekan gender actuality,” tutur beliau.
COMMENTS