Sosoknya sederhana. Terpancar dari wajahnya aura ketenangan dan kelembutan budi pekerti. Pengetahuan dan wawasannya luas, sebab ia bersahab...
Sosoknya
sederhana. Terpancar dari wajahnya aura ketenangan dan kelembutan budi pekerti.
Pengetahuan dan wawasannya luas, sebab ia bersahabat dengan tulisan-tulisan dan
kitab-kitab klasik maupun modern. Beliau adalah KH. Muhammad Ahmad Sahal
Mahfudh, ulama kontemporer yang berasal dari Kajen.
KH.
Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1937 M di desa
Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Kajen merupakan desa para santri. Tidak
kurang dari tiga puluh pesantren yang berdiri gagah di desa tersebut. Tidak
hanya santri, ulama besar yang terlahir di desa itu juga tak kalah banyak. Salah
satunya adalah ayahanda Kyai Sahal sendiri, yaitu KH. Mahfudh bin Abdussalam,
ulama kharismatik di zamannya.
Desa
Kajen merupakan pusat perkembangan Islam di daerah Pati sejak abad ke-18. Hal
itu karena di desa ini tinggal seorang ulama yang terkenal dengan kealiman dan
kewaliannya, yaitu Syekh Ahmad Mutamakkin. Ulama berpengaruh dalam penyebaran
Islam di tanah Jawa pada masanya.
Masa
Menimba Ilmu
Sejak
kecil Kyai Sahal dibesarkan di lingkungan yang subur dengan ilmu. Sang ayah
sangat tegas dan lugas dalam memberikan pendidikan kepada Kyai Sahal terutama dalam
pendidikan agama. Mulai dari pendidikan tauhid, al Quran, akhlak, fiqih dan ilmu
agama lainnya. Begitu pula pada pendidikan formalnya. Setelah menyelesaikan
pendidikan Madrasah Tsanawiyah di lingkungan Perguruan Islam Matholiul Falah,
beliau melanjutkan pengembaraannya dalam menuntut ilmu ke pesantren Bendo yang
berada di Pare, Kediri, Jawa Timur. Di bawah asuhan Kyai Muhajir, Kyai Sahal
mengaji khusus untuk mendalami ilmu tasawuf dan fiqih.
Beliau
merupakan sosok yang selalu haus terhadap ilmu. Setelah beberapa waktu di Kediri,
beliau melanjutkan perantauannya dalam menuntut ilmu ke pondok pesantren
Sarang, tepatnya di daerah Rembang, Jawa Tengah. Di bawah bimbingan KH. Zubair,
beliau fokus untuk mempelajari ilmu balaghah, ushul dan fiqih. Selain mengaji
kepada KH. Zubair, beliau juga diberi mandat untuk mengajar para santri yang kelasnya lebih
rendah dari beliau. Kyai Zubair
menganggap bahwa Kyai Sahal muda sudah cukup alim untuk mengajar.
Sekitar
tahun 1960, beliau diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Seusai melaksanakan kewajiban mulia tersebut, beliau memutuskan untuk menetap
di Makkah, dalam rangka menuntut ilmu. Selama di Makkah, Kyai Sahal belajar
kepada beberapa ulama ternama Hijaz. Salah satu guru besar beliau ketika
belajar di Makkah ialah Musnidud Dunya Syaikh Muhammad Yasin al Fadani. Kurang
lebih tiga tahun lamanya beliau berada di Makkah, kemudian beliau pulang ke
tanah air untuk mengajarkan ilmunya kepada para santri yang berada di pesantren
peninggalan sang ayah.
Kiprah
Kyai Sahal sebagai pejuang ilmu sangat berpengaruh di berbagai lini di tanah
air tercinta. Mulai dari tingkat kemasyarakatan hingga tingkat kenegaraan. Sosok
religius ini seolah pelita, menjadi penerang gelapnya kenestapaan hidup di
dunia. Semua kelebihan yang beliau sandang, keluasan pengetahuan dan wawasan
serta kebijaksanaan yang tercermin dari sosok yang rendah hati dalam mengayomi
masyarakat tidak terlepas dari bimbingan sang murabbi, KH. Abdullah Salam, paman
sekaligus guru suluk yang menuntun kehidupan Kyai Sahal menuju kehidupan yang lebih
baik. Kehidupan antar sesama manusia maupun terhadap sang Pencipta.
Kiprah
dan Sepak Terjang Beliau
Ciri
khas seorang ulama yaitu ilmu yang mapan dan akhlak yang mulia. Sebagaimana hal
itu tercermin dari diri KH. Sahal Mahfudh, ciri tersebut indah mengiringi
perjalanan hidup beliau kemanapun beliau singgah. Mengedepankan kasih sayang
dan bijaksana dalam memutuskan sesuatu terhadap keluarga, saudara, santri, masyarakat
hingga pejabat. Begitu pula sikap moderat yang sering beliau junjung tinggi di
tengah hiruk-pikuk kerasnya arus kehidupan. Beliau juga berusaha menetralkan
keadaan dan mendinginkan konflik yang muncul di antara umat.
Perhatian
beliau kepada umat melebihi perhatian beliau kepada keluarga. Hal itu terbukti dari
kiprah beliau sebagai pejuang ilmu. Tidak bosan melayani keperluan umat dalam
konten keagamaan serta menyerahkan pemikiran cemerlangnya untuk kemajuan bangsa. Beliau juga tak kenal lelah dalam mengajar. Hingga
pada saat beliau mendekati ajal, beliau sempat mengajar para santri meski dalam
keadaan sakit parah.
Walaupun
beliau terlahir dari keluarga santri tulen, namun hal itu tidak menghalangi
beliau untuk berwirausaha. Pada tahun 1997, beliau mendirikan Biro Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat (BPR Arta Huda Abadi). Lembaga ini didirikan sebagai
naungan bagi masyarakat kecil yang butuh modal untuk usaha yang kemudian dikembangkan
bersama. Sampai saat ini, lembaga tersebut bertambah maju dan berkembang.
Dampak positifnya, masyarakat yang berada di sekitar pesantren bisa berwirausaha
dan tidak lagi menganggur atau mencari pekerjaan dengan sulit.
Tidak
hanya kedalaman ilmu fiqih serta kematangan ilmu ushul yang terpatri dalam diri
Kyai Sahal, beliau juga seorang pemikir yang aktif menulis. Beliau sering
menuangkan wacana dan opininya ke dalam bentuk tulisan, baik berupa artikel maupun
makalah berbahasa Arab dan Indonesia. Beliau juga aktif mengisi rubrik religi
di majalah AULA (1988-1990). Kolumnis tetap di Harian Suara Merdeka Semarang
(1991-2014) dan aktivis LSM yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap
masyarakat.
Kiprah
beliau di dalam organisasi bisa dibilang sangat diandalkan, melihat kepada
bakti beliau di saat menjabat sebagai Rais
Aam Syuriah (pengurus besar) Nahdlatul Ulama (1999-2009) dan Ketua Umum Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada masa khidmah 2000-2010. Di samping itu, beliau juga
menjadi seorang pengajar. Beliau menjadi Rektor Institut Islam Nahdlotul Ulama
(INISNU) Jepara (1989-2014), Dosen Fakultas Tarbiyah UNCOK Pati (1974-1976) dan
Dosen Fakultas Syariah IAIN Wali Songo Semarang (1982-1985).
Terkait
berbagai prestasi beliau dalam pengembangan Ilmu fiqih serta pengembangan
pesantren dan masyarakat, KH. Sahal Mahfudh mendapat penghargaan gelar doktor (Doctor
Honoris Causa) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
18 Juni 2003.
Di
antara karya-karya beliau yang dapat ditemukan saat ini adalah:
1. Al Tsamarah al Hajainiyah (fiqih tahun 1960).
2. Al Barakat
al Jumu’ah (gramatika Arab).
3. Thariqat al
Husnul Makna (Surabaya: Diantarna 2000).
4. Al
Bayan al Mulamma’an Alfadz al Lumd (Semarang: Thoha Putra, 1999).
5. Intifah al Wajadain (Risalah belum
diterbitkan).
6. Wasmah
al Shibyan ila I’tiqad ma’da ar Rahman (Risalah belum diterbitkan).
7. Nadzm
Safinah al Najah tahun 1961 (Risalah belum diterbitkan).
8. Al Faraid al Ajibah ditulis tahun 1959 (Diktat
Pesantren Maslakul Huda, Pati).
9. I’danah
al Ashhab ditulis tahun 1961 (Risalah belum diterbitkan).
10.Luma’
al Hikmah ila Musalsalat al Muhimmat (Diktat Pesantren Maslakul Huda, Pati).
Dan
masih ada banyak karya beliau lainnya yang tidak tercantumkan di sini baik yang
berbentuk artikel maupun makalah berbahasa Indonesia dan Arab.
Beliau
tutup usia pada hari Jumat, 24 Januari 2014 di kediamannya, komplek Rumah Sakit
Dr. Kariadi. Kyai Sahal akhirnya disemayamkan di area pemakaman Syekh Ahmad
Mutamakkin Kajen. (MK)
Sumber: Tabarrukan Satu Abad Mathali’ al Falah (Kiai
Sahal Sebuah Biografi)
COMMENTS