Cinta itu paradoks dan tak bergaransi. Ada yang bilang cinta itu indah, tapi tak sedikit orang yang dibuat buruk karenanya. Ada yang bila...
Cinta itu paradoks dan tak bergaransi. Ada yang bilang cinta itu indah, tapi
tak sedikit orang yang dibuat buruk karenanya. Ada yang bilang cinta itu
anugerah, namun banyak juga orang yang dirulung duka sebabnya. Semua dilema
cinta tersebut hadir dalam antologi cerpen bertema parade 26 fiksi cinta kali
ini.
Bicara soal sisi teknis: daya
imajinasi, eksplorasi bahasa, gramatika, ide dan penokohan menjadi syarat wajib
yang tak pernah luput dari proses seleksi sebelum antologi ini unjuk diri. Tak
kurang dari 268 naskah telah menumpuki antrian. Namun, karena hanya ada tiga
kursi spesial dan 23 kursi pilihan, maka masuklah 26 entri berikut: Cincin
Putih (Dita Dwi Selvia), Selebrasi Rindu Dan Malam Yang Tak Lagi Mesra (Maratus Sholikha), Seuntai
Sajak Sendu (Rifaa Senja), Mawar-Mawar Malaikat Kecil (Miftahul
Jannah), Payung Merah Di Bawah Guyuran Air Hujan (Metty Lolita), Matinya
Sang Penyair Dan Kutukan Sajaknya (Alvy N Dina), Terhasut Harta (Silvi
Nilatin Lailah), Semua Karena Cinta (Ulin Nurviana), Wanita Pertama
(Nasrul M Rizal), Tentang Sebuah Penyesalan (Linda Rohmatul Azizah), Kabut
Senja Di Lereng Rinjani (Khumairoh Fatin), Tentang Rasa (Nako-Mona),
Awan Tak Selamanya Mendung (Qori’ah Ali), I’am A Muslim (Tutik
Awaliyah), Yang Terlupakan (Syarifatun Ni’mah), Hujan Tidak
Sepenuhnya (Reda) (Nina), Keridhoanmu (Syifa’), Uhibbuk Fillah
(Syarifah Rifdah Zahfa Al Kaff), De Javu (Suci Lailatul Jannah), Ibrahim
Pergi Haji (Ahmad Muayyad), Cela Sempurna (Melete Yahya), Surat
Ke-tujuh (Melete Yahya), Kupu-Kupu Fajar (Bintang Eben Rusyd), Bukit
Tebusan (Bintang Eben Rusyd) dan Pupus (Noer FaOezhie).
Dalam proses pemilihan, akumulasi poin
tertinggi jatuh kepada Cincin Putih, namun untuk kategori judul, pilihan jatuh
kepada Seuntai Sajak Sendu. Judul ini cukup reflektif mewakili dominasi
perasaan yang muncul, tak terkecuali pada cerpen karangan Dita Dwi Selvia sendiri.
Meski terkesan sederhana, namun muatan
nilai-nilai sosial dalam cerpen Cincin Putih tidak bisa dikesampingkan.
Kesadaran, kepekaan dan penerimaan adalah item langkah bagi mereka yang
telah terbuai cinta. Inilah pelajaran bagaimana orang ketiga memahami realitas
sesungguhnya. Bagaimana memenangkan kesadaran ketimbang memperjuangakan
keegoisan dalam siklus cinta segitiga.
Beralih ke sisi tematis. Buku berukuran
11,5 kali 18 cm ini merupakan bingkisan istimewa untuk pembaca. Kendati dari
sisi kualitas tak sedasyat karya penulis kenamaan semisal Budi Darma dan Seno
Gumira Ajidarma, toh bukan hal yang salah jika 26 entri kali ini berusaha
memanjakan para penikmat fiksi dengan suguhan episode kisah cinta yang tak
kalah berwarna.
Singkat kata, inilah parade fiksi 26
cinta. Ada harapan jika buku dengan
menjadi suguhan yang menawan untuk dikaji dan dinikmati atau bahkan
untuk sekadar menggelitiki ingatan bahwa ada sekumpulan manusia yang pernah
merasakan bagaimana patah hati, mencintai dan membenci. Untuk info pemesanan bisa menghubungi kontak kami.
COMMENTS