SELALU HAUS AKAN ILMU PENGETAHUAN (al Habib Abdullah bin Abdurrahman Mulachela al Alawy) Al Habib Abdullah bin Abdurrahman Mulachela a...
SELALU HAUS AKAN
ILMU PENGETAHUAN
(al Habib Abdullah bin Abdurrahman Mulachela al Alawy)
(al Habib Abdullah bin Abdurrahman Mulachela al Alawy)
Al Habib Abdullah bin Abdurrahman
Mulachela al Alawy birrul walidayn beliau giat membantu orang tua dengan memproduksi dupa.
dilahirkan di kota Apel, tepatnya di daerah Talun kota Malang, pada tanggal 25
Mei 1965. Beliau adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan al
Habib Abdurahman bin Abdullah Mulachela dengan Syarifah Salma binti Muhammad
Bafaqih. Sejak kecil, beliau dididik dalam keluarga yang kental dengan
nilai-nilai religi sehingga membentuk pribadi yang berkualitas dalam agama.
Sifat-sifat terpuji sudah terlihat tatkala beliau masih kecil. Sebagai murid yang
Selain dikenal
dengan sifat leadership yang beliau miliki sejak kecil, beliau juga
dikenal sebagai karakter yang memiliki perhatian plus terhadap ilmu
pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Hal itu terbukti dari historis
pendidikan yang beliau lalui mulai dari jenjang Ibtida’iyah (SD) sampai
Tsanawiyah (SMP). Semua jenjang pendidikan tersebut beliau tempuh dengan catatan
prestasi yang mengagumkan. Tidak hanya itu, sebagai siswa yang berkualitas,
beliau juga dikenal sebagai santri yang memiliki semangat belajar dan
intelegensi di atas rata-rata.
Masa Menimba Ilmu
Setelah beliau
menyelesaikan pendidikan formal di SMP 6 kota Malang, beliau melanjutkan
pendidikannya di PP Darullughah Wadda’wah Bangil, Pasuruan, kurang lebih dua
tahun. Selama beliau berada di PP Darullughah Wadda’wah, beliau tergolong
santri yang memiliki pemahaman yang lebih. Dengan kelebihan inilah, beliau
mendapat perintah dari al Habib Hasan bin Ahmad Baharun untuk melanjutkan
pendidikan agamanya ke kota Mekkah al Mukarramah kepada Sayyid Muhammad bin
Alawy al Maliki selama tujuh tahun. Dengan bekal semangat belajar dan ilmu yang
beliau miliki, selama menjadi santri di Indonesia, beliau tidak terlalu
kesulitan untuk beradaptasi dengan Sayyid Muhammad bin Alawy al Maliki yang
dikenal memiliki kesamaan dengan guru beliau waktu di Indonesia, al Habib Hasan
bin Ahmad Baharun. Sehingga, kedua sosok guru inilah yang menjadikannya seorang
tokoh ulama yang bijak dan tegas dalam menyikapi permasalahan-permasalahan.
Selama di
Mekkah, beliau tidak hanya menimba ilmu pengetahuan, tapi juga berkhidmah
kepada sang guru. Rasa cinta beliau terhadap sang guru benar-benar telah
menjadikannya sebagai sosok yang sangat mengedepankan ilmu dan pengalamannya
dalam kehidupan. Hal ini terlihat dari kedekatannya dengan sang guru baik dalam
majlis ilmu bahkan dalam waktu rohah (santai).
Suatu hari,
beliau dan santri lain menerima tamu besar dari kerajaan Saudi yang menitipkan
koper agar diberikan kepada sang guru. Mereka pun memberikan koper tersebut
kepada sang guru. Tatkala kopernya dibuka ternyata isinya uang. Kemudian sang
guru meletakkan uang tersebut di lantai dan menginjaknya. Seketika itu juga
santri-santri merasa heran dengan tindakan sang guru. Lantas sang guru berkata “Hendaklah
kalian letakkan dunia (uang) di bawah kaki kalian dan janganlah kalian letakkan
dunia (uang) di atas kepala yang membuat kalian terlena dengannya.”
Pulang ke Tanah Air
Pesan tersebut selalu beliau ingat sampai
beliau pulang ke tanah air. Setelah diperbolehkan kembali ke Indonesia oleh
sang guru, tepatnya pada tahun 1996 M. beliau langsung diminta menjadi salah satu
pengajar di pondok PP Darullugha Wadda’wah. Dari sinilah, episode baru sang
ulama yang nasionalis dimulai. Selain memiliki kesibukan sebagai salah satu
pengajar di PP Darullughah Wadda’wah, beliau juga memiliki peran penting di
berbagai organisasi-organisasi besar seperti, Hai’atush Shofwah, Rabithah
Alawiyyah, NU dan lain-lain. Akan tetapi, kesibukan-kesibukan tersebut tidak sedikitpun membuat beliau lupa
akan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah yang memiliki tiga orang anak. Dan
tak lupa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, terlebih lagi perhatian beliau terhadap
pendidikan agama anaknya. Bahkan, beliau pernah berkata kepada salah seorang
anaknya dengan perkataan yang tegas “Lebih baik kamu jangan sekolah umum
kalau pendidikan agamamu tidak kamu perhatikan. Apalah arti seorang yang pintar
tanpa didasari agama?!”.
Sebagai
seorang tokoh yang memiliki pengaruh dan wibawa yang besar, beliau juga dikenal
sebagai sosok yang tawaddu’. Salah satu bukti dari ketawaddu’an
beliau adalah, beliau tidak mau melangkahi seseorang dalam satu majlis jika
beliau datang terlambat, meskipun beliau harus kepanasan atau kehujanan. Padahal
sebagai ulama yang berpengaruh, beliau bisa saja duduk di depan.
Begitulah
sekilas perjalanan al Habib Abdullah Mulachela yang ditempuhnya dengan
menghabiskan seluruh umurnya untuk kemaslahatan umat. Bahkan, menjelang akhir
hayatnya beliau sangat gigih dan tekun mengajar dan meluangkan sebagian besar
waktunya untuk murid-muridnya. Di antara amalan-amalan yang beliau laksanakan
secara istiqomah adalah membaca wirid-wirid seperti Ratibul Haddad, dan
amalan inilah yang beliau amalkan sampai hembusan nafas terakhir beliau. Wallohu
A’lam.
COMMENTS