Kehidupan alam barzakh adalah kehidupan yang hakiki, sebagaimana telah ditunjukkan oleh ayat-ayat yang sudah jelas dan hadits shahih...
Kehidupan alam barzakh adalah kehidupan yang hakiki, sebagaimana
telah ditunjukkan oleh ayat-ayat yang sudah
jelas dan hadits shahih yang sudah masyhur. kehidupan hakiki ini tidak
bertentangan dengan sifat manusia yang dapat mati, sebagaimana hal ini telah terdapat dalam
kitabullah yang mulia, Ia berfirman:
“Kami
tidak menjadikan hidup abadi bagi seseorang pun sebelum kamu (Muhammad)” (Q.S.
al-Anbiya : 34).
Dan
Allah berfirman:
“Sesungguhnya
kamu akan mati dan mereka juga akan mati” (Q.S. az-Zumar : 30)
Sesungguhnya makna perkataan kami tentang kehidupan alam barzakh
bahwasanya ia adalah hakiki yaitu bukan khayalan atau perumpamaan sebagaimana
yang digambarkan oleh sebagian orang yang menyimpang dari agama dari kalangan
orang-orang yang tidak luas akalnya untuk bisa menyakini sesuatu kecuali dapat
disaksikan dan dirasakan bukan perkara ghaib yang akal manusia tidak mampu
untuk mengambarkannya.
Sekilas, sesungguhnya renungan yang singkat tentang perkataan kami
mengenai kehidupan alam barzakh bahwasanya dia adalah hakiki tidaklah
menyisihkan sedikitpun kesulitan, bahkan bagi orang yang tingkat pemahamannya
rendah dan perasaan yang tidak peka untuk memahami makna-makna sekalipun. Maka
kalimat hakiki tidaklah berarti kecuali untuk meniadakan sesuatu yang batil,
membuang perasangka dan khayalan yang kadang-kadang terbayang pada akal
seseorang yang ragu serta bimbang tentang keadaan alam barzakh, alam akhirat
dan alam-alam lainnya seperti alam kebangkitan manusia dan alam perhitungan.
Makna ini bisa difahami oleh orang arab yang sederhana yang bisa
mengerti bahwa kalimat “hakiki” maksudnya adalah “benar”. Dan itu adalah segala
yang berlawanan dengan keraguan, khayalan dan perumpamaan. Maka “hakiki” adalah
bukan dugaan dan ini adalah (sasaran) yang dimaksud, pemahaman dan gambaran
kami untuk permasalahan ini. Karena telah
banyak hadits dan atsar yang menetapkan bahwasanya mayit itu mendengar, merasa,
dan mengetahui baik dia orang mukmin ataupun orang kafir. Diantaranya adalah hadits
al-Qolib di dalam kitab Shohih Bukhari dan Shohih Muslim dari berbagai bentuk
periwayatan dari Abu Tholhah, Umar dan putranya Abdullah r.a. bahwasanya Nabi
saw: di hari perang Badar memerintahkan mengumpulkan 24 jagoan-jagoan Quraisy
(yang sudah tewas) lalu mereka dilemparkan di suatu celah yang ada di Badar,
kemudian Rasulullah memanggil dan menyebut nama mereka: “hai Abu Jahal bin
Hisyam, hai Umayyah bin Khalaf, hai ‘Utbah bin Robi’ah, hai Syaibah bin
Robi’ah, bukankah kalian telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Tuhan
kalian itu benar?, maka Aku telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Tuhanku
itu benar”. Lalu Umar berkata: “Ya Rasulullah! kenapa engkau mengajak bicara
jasad yang tidak bernyawa?”. Lalu beliau menjawab: “Demi Zat yang jiwaku berada
dalam kekuasaanya, tidaklah kalian lebih mendengar daripada mereka apa yang aku
katakan, hanya saja mereka tidak bisa menjawab. ( demikian yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari hadits Ibnu Umar. Imam Bukhari dari hadits
Anas dari Abu Tholhah, sedangkan Imam Muslim dari hadits Anas dari Umar).
Imam Bukhari berkata dalam kitab Shohihnya, bab: Mayyit mendengar
bunyi sandal, diriwayatkan oleh Anas dari Nabi saw bersabda: “Jika seorang
hamba telah diletakkan di kuburannya, dan apabila dia telah ditinggal dan
teman-temannya pun telah pergi hingga ia mendengar suara sandal mereka, maka datanglah
kepadanya dua malaikat kemudian mendudukkannya ...., al-hadits. Dan beliau
juga menyebutkan hadits ini pada bab yang menerangkan tentang adzab kubur
(diriwayatkan oleh Imam Muslim juga).
Mayyit dapat mendengar suara sandal memang terdapat pada sejumlah hadits,
diantaranya hadits-hadits yang datang tentang pertanyaan kubur. Hadits-hadits
itu banyak dan telah tersebar. Pada hadits- hadits tersebut ada penjelasan
tentang pertanyaan dua malaikat pada mayyit dan jawaban pertanyaannya dengan
jawaban yang sesuai dengan keadaan si mayyit, bahagia atau celaka. Dan
diantaranya apa yang telah disyari’atkan oleh Nabi saw untuk umatnya, yaitu
mengucapkan salam pada ahli kubur serta menyapa mereka, dengan lafadz:
(السلام عليكم دار قوم مؤمنين)
Ibnu
Qoyyim berkata: “Dan ini sapaan bagi orang yang mendengar dan berakal. Kalau
tidak demikian maka sapaan itu sama dengan berbicara dengan sesuatu yang tidak
ada dan benda padat. Dan para salaf telah sepakat akan hal ini (lihatlah kitab ar-Ruh).
Pada pembahasan ini Abdurrazzaq meriwayatkan sebuah hadits dari
Zaid bin Aslam, beliau berkata: Abu Hurairah bersama seorang temannya melewati
sebuah kuburan. Lalu Abu Hurairah r.a. mengatakan: “Ucapkan salam!. Maka orang
itu berkata: “Apakah aku mengucapkan
salam pada kuburan?”. Maka Abu Hurairah menjawab: “Jika ia pernah melihatmu sehari
saja di dunia maka sekarang ia pasti (masih) mengenalmu”. (diriwayatkan
Abdurrazzaq pada kitab al-Musannaf, Juz 3 : 577).
Dalam Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Taymiyyah ditanya: apakah
mayyit mendengar perkataan peziarah dan melihatnya?, apakah ruhnya dikembalikan
kepada jasadnya pada waktu itu ataukah ruhnya terbang di atas kuburan pada
waktu itu dan di waktu yang lain?, apakah ruhnya dikumpulkan bersama ruh
keluarga dan sahabatnya yang telah mati sebelumnya?.
Maka beliau menjawab: “Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta
alam. Ya, mayyit mendengar semuanya sebagaimana telah ada di dalam Shohih
Bukhari dan Shohih Muslim dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda “Ia mendengar
suara sandal mereka (peziarah) ketika mereka berpaling darinya”. (lihat Shohih
Bukhari Kitabul Janaiz bab: mayyit mendengar suara sandal. “Al-Khafqu”
dan “Al-Qar’u’’ adalah suara sandal ketika diinjakan ke tanah).
Adapun perkataan yang mengatakan: apakah ruhnya dikembalikan pada
badannya pada waktu itu, ataukah ia
terbang di atas kuburannya pada waktu itu dan di waktu yang lain?. Maka ruhnya
dikembalikan pada badannya pada waktu itu, sebagimana datang dalam hadits, dan
dikembalikan juga di waktu yang lain.
Di samping itu ruh dapat bersambung dengan badan kapan saja Allah
menghendakinya. Dan itu (bisa terjadi) dalam sekejap saja seperti turunnya
malaikat, tampaknya cahaya di bumi dan seperti terjaganya orang yang tidur.
Makna
Kehidupan Alam Barzakh
Makna kehidupan ini sepantasnya dijelaskan bahwasannya kehidupan
alam barzakh bukan seperti kehidupan kita. Akan tetapi, kehidupannya itu
khusus. Yang pantas bagi mereka dengan alam kehidupan mereka (penghuni alam
barzakh), bukan bagi kita karena kehidupan kita lebih pendek (waktunya), lebih
hina, lebih sempit, dan lebih lemah.
Orang yang berada di alam dunia hidup di antara ibadah dan kebiasaan,
ketaatan dan maksiat, serta berbagai macam kewajiban baik bagi diri sendiri,
keluarga dan Tuhannya. Terkadang ia menjadi (jiwa yang) suci dan terkadang
sebaliknya, terkadang di masjid dan terkadang di kamar mandi dan dirinya tidak
tahu bagaimana ia di akhir kehidupannya. Kadang-kadang dia dan surga hanya sehasta,
kemudian perkara itu berbalik ke belakang dan menjadikannya penghuni neraka dan
begitu juga sebaliknya. Adapun kehidupan di alam barzakh: maka bagi orang-orang
yang beriman, ia telah melewati jembatan ujian yang tidak bisa menetap di sana
kecuali orang yang berbahagia. Kemudian telah putus darinya segala paksaan (kewajiban-kewajiban),
ia telah menjadi ruh yang bersinar, suci, berfikir, pelancong, bertasbih serta
berkeliling dalam alam malakut dan kerajaan Allah SWT. Tiada kegelisahan, kesedihan,
ketakutan serta kecemasan, karena barzakh bukanlah dunia, perabot rumah, emas,
dan juga bukan perak. Tidak ada iri, kezholiman dan kedengkian. Dan jika (yang
menempatinya) bukan orang-orang yang beriman, maka tentu sebaliknya.
COMMENTS