Al Habib Sultan Abdurrahman bin Husain Al-Qodri “Cerminan peristiwa fathul mekkah pada tahun ke delapan hijriyah, beliau menggagas f...
Al Habib Sultan Abdurrahman bin Husain Al-Qodri
“Cerminan peristiwa fathul mekkah pada tahun ke
delapan hijriyah, beliau menggagas fathul pontianak tahun 1185 hijriyah”
(Afwan, latarbelakang penulis yang notabenenya terjun
di dunia Novel agak sedikit mempengaruhi hasil karya ini, sekali lagi maaf)
Indonesia memasuki reting tertinggi penduduk muslim terbanyak
di dunia, meskipun secara bentuk kenegaraan Indonesia
bukan termasuk negara Islam,
namun sampai sekarang negara tercinta kita ini memberikan kontribusi yang besar
bagi dunia Islam.
Wali Songo sebagai pioner
penyebar agama Islam
kini tinggal histori sebagai suri tauladan. Selanjutnya estafet perjuangan
diteruskan oleh para ulama. Tidak hanya di tanah Jawa, perjuangan para ulama dan habaib
tersebar di seluruh pulau di Indonesia.
Hal itu terbukti dengan adanya kerajaan islam tertua di indonesia di
tenggarong, kerajaan kutai kartanegara. Di jambi, sosok yang digelari Rang Kayo
Hitam menjadi pejuang Islam
di daerah tersebut. Di Kalimantan Barat terkenal dengan adanya kerajaan Pontianak, kerajaan
tersebut merupakan kerajaan Melayu terakhir. Sebuah kerajaan yang didirikan
oleh salah satu dzurriah
Nabi Muhammad saw. Beliau adalah Al Habib Sultan Abdurrahman bin Husain Al
Qodri.
Al Habib Sultan
Abdurrahman Al Qodri merupakan putra dari salah seorang yang bukan hanya
sekedar ulama namun juga wali Allah, yaitu Al Habib Husain Al Qodri yang
terkenal dengan karomahnya. Beliau Al Habib Abdurrahman dilahirkan pada tanggal
15 Robiulawal 1151 H bertepatan dengan 3 Juli 1738 M. Di antara saudara-saudara
beliau adalah Syarif (gelar bagi mereka para habaib di daerah pontianak,RED)
Ahmad, Syarif Abu Bakar dan Syarif Alwi bin Husain Al Qodri.
Sang
Pengembara
Konsep hijrah
Rosulullah saw. Diterapkan oleh Sultan Abdurrahman Al Qodri, terbukti ketika
beliau remaja berumur 16 tahun dibawa oleh ayahnya hijrah dari Matan ke
Mempawah, menginjak usia ke 18 beliau dinikahkan oleh ayahnya dengan Utin Cendramidi
putri dari Upu Daeng Menambon. Tatkala umurnya 22 tahun, Syarif Abdurrahman pergi ke Pulau
Tambelan selanjutnya ke Siantan dan terus ke pusat pemerintahan Riau di Pulau
Penyengat. Beliau tinggal di sana selama kira-kira dua bulan. Kemudian melanjutkan pengembaraan ke Palembang dan tinggal di daerah yang terkenal dengan Empek-empeknya itu selama
sebelas
bulan. Ketika ingin kembali ke Mempawah para bangsa Arab yang berada di Palembang menghadiahkan dua
ribu ringgit dan Sultan Palembang menghadiahkan sebuah perahu selaf dan seratus pikul Timah.
Tidak
lama menetap di Mempawah selama dua bulan beliau
belayar ke tanah
Banjar dan tinggal di sana selama empat bulan. Kemudian melanjutkan perjalanan ke salah satu darerah di
Kalimantan Timur (Pasir). Setelah menetap
selama tiga bulan
beliau kembali ke Banjar. Setelah dua bulan di Banjar, Syarif
Abdurrahman Al Qodri dilantik oleh Penembuhan Batu menjadi
Pangeran dan bergelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Allam. Setelah pelantikan
tersebut beliau dinikahkan
dengan puteri Sultan Sepuh, saudara pada Penembahan Batu yang bernama Ratu
Syahbanun.
Setalah
dua tahun menyandang gelar Pengeran beliau kembali ke Mempawah Kalimantan
Barat. Setahun kemudian kembali ke Kota Berlian Banjar. Selama empat tahun di
Banjar beliau dikaruniai dua orang anak, Anak lelaki beliau bernama Syarif Alwi
bergelar Pangeran Kecil, dan anak perempuannya yang bertitel Syarifah Puteri
bernama Syarifah Salmah.
Tertanggal
11 Rabiulakhir 1185 H yang bertepatan pada 24
Jun 1771 M beliau Pangeran Nur Allam berlayar
menuju kampung halaman beliau di Mempawah dan mendapati sang ayah Al Habib
Husain Al Qodri telah menutup mata selamanya. Beliau Pangeran Syarif
Abdurrahman Al Qodri menetap selama tiga bulan dan berdiskusi bersama
adik-adiknya Syarif Ahmad, Syarif Abu Bakar, Syarif Alwi
bin Habib Husein al-Qadri ikut serta
juga seorang kerabat mereka, Syarif Ahmad Ba'abud. Keputusan diskusi atau musyawaroh yang mereka adakan
adalah beliau Al Habib Abdurrahman bin Husain Al Qodri akan keluar dari
mempawah dan mencari tempat yang patut baginya.
Fathul Pontianak, Peperangan
melawan Syetan dan Hantu
Habib Abdurrahman
bin Husain Al Qodri angkat kaki dari Mempawah pada tanggal 14 Rojab 1185 H atau
23 Oktober 1771 M, beliau beserta rombongan sampai di Sungai Pontianak pada
malam hari dan berlabuh tepat di depan
masjid yang sampai saat ini masih terawat dengan baik.
Keesokan harinya,
Syarif Abdurrahman pun masuk ke Selat Pontianak dan berhenti di situ selama
lima malam. Pada hari Rabu kira-kira jam 4 pagi Al Habib Abdurrahman Al Qodri memberi perintah menyerang Pontianak yang
dihuni oleh syetan dan hantu terlebih lagi hantu kuntilanak oleh sebab itu
tanah tersebut dinamakan Pontianak karena mayoritas penghuni sebelumnya adalah
Hantu Kuntilanak. Masing-masing mereka mengisi meriamnya dan menembak pulau itu.
Hingga Al Habib Abdurrahman bin Husain AL Qodri Berseru “Berhenti perang karena
sekalian hantu dan syaitan yang berbuai pada malam hari di pulau itu telah
habis lari, janganlah tuan-tuan takut, marilah kita turun menebas pulau itu''.
Semua anak buah
perahu turun bersama Syarif Abdurrahman
membersihkan dan merapikan tanah tersebut dari
hehutanan sehingga layak dihuni. Setelah selesai tahap Ihyaul Mauta,
didirikan sebuah rumah dan sebuah balai. Kira-kira delapan hari dikerjakan, setelah
itu Al Habib Abdurrahman Al Qodri kembali ke Mempawah mengambil sebuah kapal
dan sebuah tiang sambung. Tepat 4 Ramadhan 1185 H bertepatan dengan 11
Desember 1771 M Syarif Abdurrahman pindah ke Pontianak.
Pelantikan
Sultan Pontianak
Senin
8 Sya’ban 1192 H bertepatan pada 1 September 1778 M para sayyid, raja-raja dan
penduduk berkumpul di Pontianak atas perintah ‘Raja Haji’ yang dianggap sepuh.
Raja Mempawah, Raja Matan, Raja Ladak dan Raja Kubu sangat senang atas
kehadiran mereka saat itu, terlebih lagi tentang pengangkatan Al Habib
Abdurrahman bin Husain Al Qodri sebagai raja Pontianak.
Pada kesempatan tersebut ‘Raja
Haji’ berkomentar “Adapun
kami memberitahu kepada sekalian tuan-tuan sayid, raja-raja, dan sekalian isi
negeri Pontianak ini, pada hari ini, Paduka Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Allam kita
sahkan berpangkat dengan nama Paduka Sultan Syarif Abdurrahman al-Qadri, iaitu raja
di atas takhta kerajaan Negeri Pontianak, demikianlah adanya''
Wafat
Malam sabtu
ketika Tahun Baru 1 Muharrom 1223 H
bertepatan pada tanggal 28 Februari 1808 M beliau menghembuskan nafas terakhir
di muka bumi. Kekuasaan beliau dipercayakan ke tangan Paduka Sultan Syarif
Qasim bin Abdurrahman bin Husain Al Qodri yang sebelumnya menjabat sebagai Raja
di Mempawah. Sedangkan kerajaan Mempawah dipimpin oleh Pangeran Mangku Negara
Syarif Husain bin Abdurrahman bin Husain Al Qodri. Salah satu keturunan Al
Habib Abdurrahman bin Husain Al Qodri yang juga berjasa bagi bangsa Indonesia
adalah beliau AL Habib Abdul Hamid bin Muhammad Al Qodri yang bergelar Sultan
Hamid II (1913-1978). Beliau merupakan penggagas Burung Garuda, lambang negara
Indonesia.
Sultan Hamid II
Pontianak (Kalbar)
Pencipta Lambang Negara
Burung Garuda Pancasila
COMMENTS