إنما يخشى الله من عباده العلماء, ولولا نفر من كل فرقة طائفة ليتفقهوا فب الدين ولينذرو قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون Imam qurt...
إنما يخشى الله من عباده العلماء, ولولا نفر من كل فرقة طائفة
ليتفقهوا فب الدين ولينذرو قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون
Imam qurthubi berpendapat bahwa kedua ayat ini
merupakan dalil yang menunjukkan wajibnya menuntut ilmu. Ilmu haruslah dikuasai
sebelum mengerjakan sesuatu apapun. Sebelum melaksanakan shalat ketahuilah
rukun, sunnah, makruh dan yang membatalkan shalat karena tanpa itu seseorang
berpotensi melakukan kesalahan yang berimplikasi pada sahnya shalat. Tanpa disadari
seseorang akan tergolong “tarik as-shalat” yakni orang yang meninggalkan
shalat, yang dalam al-qur’an diancam dengan Neraka Wail. Bukan karena ia tak
pernah melaksanakan shalat tapi lebih karena shalat yang dia laksanakan
terhitung tidak sah karena ketidaktahuannya. Bukan pula hanya urusan shalat dan
ibadah lain yang tergolong fundamental dalam syari’at Islam, tapi segala hal
yang dilakukan dalam hidup haruslah pula kita kenali kedudukannya dalam
Yurisprudensi Islam (fiqh). Bisnis yang menjadi penopang kehidupan baik itu
perdagangan di pasar, toko, atau di lantai bursa saham harus dikenali hukumnya,
halal-haramnya. Merugilah orang yang mengira dirinya selama ini dalam kebenaran
dan jauh dari dosa jika ternyata apa yang digeluti adalah haram. Di sinilah
pentingnya mengetahui dan menguasai ilmu fiqh yang berkutat seputar halal-haram
dalam Islam.
Rasulullah jauh hari telah menjelaskan urgensi
dan keutamaan pemahaman mendalam (tafaqquh) dalam agama. Imam bukhari
meriwayatkan hadis melalui sahabat mu’awiyah bahwa rasulullah bersabda: “barang
siapa yang allah menginginkan kebaikan pada dirinya, akan dipahamkan dalam
(ilmu) agama”.
I'anatut tolibin, karya sayyid abu bakar muhammad
syatho ad-dimyathi, adalah salah satu kitab yang sering menjadi rujukan primer
bagi mayoritas santri Indonesia dan bacaan wajib di pesantren salaf umumnya.
Beliau adalah salah satu ulama besar yang hidup pada abad xxxx. Latar belakang penulisan
kitab ini seperti dituturkan pengarang dalam muqoddimah (pengantar) kitab ini
berawal dari “profesi” beliau menjadi mudarris atau pengajar kitab syarah
fathul mu’in yang mensyarahi kitab qurrotul ‘ain di Masjidil Haram. Fathul
mu’in sendiri adalah karya al-allamah zainuddin al-malibari cucu syaikh
zainuddin pengarang kitab hidayatul adzkiya’ ila thoriqil auliya’ dan qurrotul
‘ain merupakan karya xxx. Selama mengajar itulah beliau menulis catatan pinggir
untuk mengurai kedalaman makna kitab fathul mu’in yang penting diingat dan
perlu diketahui sebagai pendekatan dalam memahami. Lalu, sesuai penuturan
beliau, beberapa sahabat beliau memintanya untuk mengumpulkan catatan itu dan
melengkapinya untuk kemudian dijadikan satu kitab (hasyiyah) yang pada akhirnya
bisa lebih bermanfaat untuk kalangan yang lebih luas. Dari inilah bermula kitab
yang kini berhasil memenuhi harapan pengarangnya yang terkandung dalam nama
kitab ini, “penolong penuntut ilmu”. Pada akhirnya i’anatut tholibin
benar-benar menjadi pegangan wajib setiap santri yang sedang mengkaji mendalami
fiqih melalui kitab fathul mu’in.
Kitab ini merupakan literasi bermodel
hasyiyah, yaitu berbentuk elaborasi atau perluasan penjelasan dari tulisan
terdahulu yang lebih ringkas. terdiri dari xxxxxx (fisik), sistem runtutan
bab,, model hasyiyah. Dalam menjelaskan kalimat dalam syarh fathul mu’in, kitab
ini xxxxxx.
Sesuai namanya, kitab ini diperuntukkan santri
yangmengkaji fathul mu’in, kitab fiqh yang cukup komplit namun memiliki
kerumitan bahasa dan ungkapan yang cukup merepotkan bagi pemula khususnya.
Fathul mu’in yang merupakan karya al-malibari konon ditulis dalam keadaan
“sakar” atau “mabuk” sehingga beberapa kalimat di dalamnya tidak selaras dengan
kitab fiqh umumnya. Misalnya, terkadang susunan kata atau kalimatnya
“menyalahi” kaidah nahwu atau terkadang menggunakan istilah yang tidak lazim
digunakan dalam kitab fiqh lainnya. Melihat fakta ini, hasyiyah i’anatut
tolibin tentu akan sangat membantu dengan pendekatan yang mudah ditangkap,
jelas dan berisi. I’anatut tolibin juga tidak sibuk dengan keterangan tambahan
yang tak berkaitan dengan “ibaroh” yang tertuang dalam fathul mu’in.
Ditulis pada abad ke
11 Hijriah, kitab ini tergolong fiqh mutaakhkhirin. Dalam perspektif fiqh
islam, terdapat dua xxx sebutan untuk ulama, yaitu mutaqoddimin bagi mereka
yang hidup pada abad ke sampai , dan mutaakhkhirin bagi mereka yang hidup pada
abad xxx sampai abad xxx. I’anatut tholibin memiliki kelebihan sebagai fiqh
mutakhkhirin yang lebih actual dan kontekstual karena memuat ragam pendapat
yang diusung xxxx ulama mutaakhkhirin utamanya imam nawawi, ibnu hajar dan
banyak lainnya yang tentunya lebih mampu mengakomodir kebutuhan penelaah akan
rujukan yang variatif dan efektif. Selain itu, I’anatut thollibin di beberapa
tempat “rawan” sarat akan aroma tasawwuf yang mengimbangi kreativitas dan
eksplorasi ijtihad dengan keanggunan adab kepada Khaliq. Seperti dapat ditemui
pada bab xxxx.
I’anatut tholibin juga
melengkapi “kekurangan” fathul mu’in yang pada beberapa bab tidak menguraikan
panjang lebar bahkan cenderung minim penjabaran. Seperti pada bab haid dan
tayammum. Penulis fathul mu’in konon enggan berpanjang lebar dengan alasan
efisiensi dan jarangnya haid dan tayammum menimpa umat muslim umumnya. I’anatut
tolibin lah yang lalu menambal celah ini dan menambah keterangan yang mungkin
akan dibutuhkan penelaah kitab tersebut. Ringkasnya, kitab ini pantas menjadi
referensi dan rujukan primer bagi santri dan siapapun yang ingin mendalami fiqh
dengan berpegang pada qaul yang bisa dipertanggungjawabkan (mu’tamad). Sedikit
sekali masalah fiqh yang terlewat dan tak terkupas dalam kitab ini. Semoga
allah membalas kebaikan, jerih payah dan amal penulis untuk kita kaum muslimin.
Segi kandungan kitab ianatut talibin.
Kitab Ianatutalibin sangat d iperhatikan
karena banyak memuat daripada intisari ajaran madzhab syafi’i sekaligus dengan
komentar2 ulama mutaakhirin d dalam menyikapi permasalah fiqhiyyah dengan
lugas.
Kitab ianah ini juga mengumpulkan antara fiqh
aa’mal dzohir dan bathin sesuai masalah terkini maka menjadi sempurnalah amal
seseorang
Kelebihan: membahas ibaroh fathul muin dengan
konstekstual tdak hanya tekstual dan membongkar juga dari segi tata
bahasanya...
Ini sesuai dengan namanya ianatut thalibin.
Bukan hanyamengungkap juga melengkapi
kekurangan d fathul muin seperti di bab haid, riba,tayammum.
Kenapa bab ini d bhas secara sinkat d kitab
fathul muin karena jarang terjadi permasalahannya
menguraikan qoul mentakhrij pendapat ulama.
Kadang menjelaskan terlalu berlebih-lebihan
pada hal yang tidak tetapi diperpanjang.
COMMENTS