Agama, Ras dan Geop olitik Ketika hampir se luruh entitas penduduk bumi sudah menikmati kemerdekaannya , ada satu wilayah teri...
Agama, Ras dan Geopolitik
Ketika hampir seluruh entitas penduduk
bumi sudah menikmati kemerdekaannya, ada satu wilayah
teritorial yang terus didera konflik berkepanjangan dan masih terjerat belenggu
imperialis dan kolonialis. Memasuki abad ke 20 negara-negara dunia mulai
memperoleh kemerdekaannya pasca kejatuhan terstruktur Khalifah Utsmaniyah (Ottoman
Dynasty) yang berpusat di Turki melalui agenda Nasionalismenya Mustafa
Kemal Pasha setelah enam abad berkuasa pada rentang kurun waktu 1299-1923. Perang
Dunia 1 dan 2 lalu melahirkan negara-negara merdeka baru dunia ke -3. Namun bagi
Palestina, masa suram penjajahan barulah dimulai. Sejak tahun 1948 mereka
secara “sah dan resmi” dijajah oleh pemerintah kolonial Israel.
Untuk mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi di Palestina saat ini kita harus menarik jarum waktu jauh mundur ke
belakang. Tidak seperti penjajahan lain yang motifnya “sederhana”, seperti
ekspansi kekuasaan, mengambil alih kekayaan tanah jajahan, memperkuat pengaruh
politik, atau penyebaran agama saja. Pendudukan Israel ke Palestina lebih
kompleks dari sekedar Gold, Gospel and Glory, semboyan yang didengungkan kerajaan
Eropa jaman dahulu melebarkan sayapnya menjelajahi dan menjajah pelosok bumi
termasuk Belanda ketika hendak menguasai Nusantara.
Gurita Pengaruh Kekuatan Lobi Politik
Israel
Israel dalam literatur Islam adalah nama
Nabi Ya’qub putra Ibrahim alaihimassalam. Terdapat hadis nabi saw.
riwayat Abu Dawud melalui sahabat ibn abbas yang mendasari pendapat ini seperti
dikutip ibnu katsir dalam tafsirnya. Kristen dalam Alkitabnya juga sama dengan
islam dalam hal ini. Seiring berbagai peristiwa dan rentang waktu, Israel
kemudian mengalami perluasan makna menjadi nama satu
komunitas, untuk tidak mengatakan negara Yahudi.
Sejak era Nabi Musa, Nabi Isa hingga kini Bani
Israel dikenal sebagai bangsa yang pintar, cerdas, namun licik dan arogan. Kepandaian
mereka di masa Nabi Musa terlihat pada trik Musa As-Samiri yang bisa
membuat patung sapi ciptaannya berbicara dan dengan lihai meperdaya iman Bani
Israil kepada Nabi Musa. Nabi Musa seperti dikisahkan berulang kali dalam
al-qur’an sering kali dibuat repot gara-gara ulah dan tingkah kaumnya itu.
Meski sempat diakui sebagai umat terbaik, namun tak sedikit oknum umat Nabi
Musa itu yang membuat orang geleng-geleng karena keras kepala dan sikap mereka
yang justru mempersulit mereka sendiri. Sekali waktu mereka ingin melihat tuhan
dengan mata kepala. Pernah juga mereka menggugat Hadiah Tuhan yang berupa
makanan surga –manna dan salwa lalu menuntut aneka makanan
selainnya, meminta meja dengan hidangannya turun langsung dari langit, dan meminta
tuhan baru. Dari kisah mereka kita bisa sedikit mengenal karakter mereka, keras
kepala, suka seenaknya dan arogan. Dan sampai sekarang pun watak mereka tidak
juga berubah. Arogansi Israel yang kebijakan politiknya selalu didukung
sekutunya Amerika terlihat jelas dari invasi ke Palestina yang tak mengindahkan
hak-hak warganya. Kesewenang-wenangan mereka merusak stabilitas dunia internasional semakin nyata dalam serangan ke
kapal bantuan sosial Mavi Marmara. Israel dan Yahudi bagaikan dua sisi dari
mata uang logam. Mereka menyebut Israel untuk bermaksud Yahudi dan sebaliknya.
Ini tak lepas dari dogma agama Yahudi yang menganut eksklusifitas untuk ras Israel.
Sebab hal inilah pada tahun 1975 Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 PBB
yang menyatakan zionisme adalah satu bentuk rasisme. Sayang, resolusi yang telah
lolos dan disetujui harus ditarik kembali karena Majelis Umum PBB mengeluarkan
Resolusi 4686 yang isinya mencabut Resolusi 3379.
Dari data sejarah
yang terekam dalam berbagai literatur inilah, bisa
disimpulkan bahwa Yahudi adalah salah satu bangsa tertua berpengaruh yang tetap eksis dan survive. Sampai kini, orang-orang
hebat kaliber
dunia dari Yahudi sejak awal kemunculan mereka, pada abad
pertengahan hingga era kecanggihan teknologi IT saat ini sangatlah banyak seakan takkan ada habisnya.
Dalam perjalanannya, kaum yahudi tidak
selalu mendapat kejayaan. Pada masa Nabi Musa, mereka dalam waktu lama terhina
di bawah penindasan Raja Fir’aun. Beberapa dinasti tercatat mengusir mereka
seperti Babylonia di Persia, Ratu Isabell di Spanyol, Tsar Alexander III di
Rusia dan Hitler di Jerman. Muncul asumsi bahwa mereka diusir karena dianggap
sebagai ancaman berbahaya dan sifat buruk mereka yang pragmatis. Menghalalkan
segala cara demi meraih tujuan. Meski mungkin tak semua informasi tersebut
benar-benar akurat dan objektif bahkan mungkin hanya cerita rekaan untuk meraih
simpati dunia saja seperti Tragedi Holocaust yang nanti akan disinggung pula dalam
rubrik ini.
Nasib Yahudi mulai menemukan titik terang ketika
Amerika Serikat berdiri pada tahun xxx dan mendapat kedaulatannya sebagai
negara. Kedekatan hubungan mereka sudah tak asing lagi bagi dunia. Jika
ditelusuri lebih lanjut, akar persahabatan mereka memang telah tampak sejak era
para founding father Amerika Serikat. Lihat saja kutipan surat
John Adams yang ditujukan kepada Thomas Jefferson: ''Saya percaya, kaum
Ibranilah yang lebih baik membangun peradaban dibandingkan dengan bangsa
lain.'' Begitu juga Woodrow Wilson, yang berpendapat bahwa negara Yahudi kuno
adalah contoh yang paling ideal bagi negara baru yang tengah dibangun. Salah satu simbol negara Amerika Serikat yang dirancang Thomas
Jefferson, Benjamin Franklin, dan John Adams menggambarkan bangsa Israel yang
tengah menyeberangi Laut Merah dalam kejaran Firaun, sementara Musa sudah di seberang.
Thomas Jefferson, Benjamin Franklin dan John Adams adalah trio Bapak Pendiri
Amerika.
Kedekatan keduanya sangatlah nyata terlihat. Di Israel,
untuk menghidupkan lagi bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan dibutuhkan
waktu dua abad. Tapi, di kalangan akademisi Amerika, bahasa itu sudah lama
diakrabi. Banyak universitas Amerika memasukkan bahasa Ibrani dalam kurikulum.
Di Universitas Harvard, bahasa itu sempat diwajibkan pada 1787. Sementara pada
logo Universtas Yale tertulis kata Ibrani Urim V'Thummim (Belajar Bijaksana).
Harvard dan Yale adalah dua perguruan tinggi terbaik dunia yang biasa mencetak
generasi sukses. Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg adalah jebolan Harvard yang
berhasil menjadi miliarder termuda dunia di usia ke 24 versi Forbes yang juga
seorang Yahudi dan beberapa presiden amerika seperti Bill Clinton adalah
lulusan Yale University. Itu hanya sedikit gambaran tentang orang-orang mereka.
Dukungan Amerika terhadap aspirasi kaum Yahudi untuk
memiliki tanah air impian juga telah muncul jauh-jauh hari. Pada masa pendudukan
Inggris, John Adams telah menulis: ''Saya sangat berharap, kaum Yahudi akan
tiba kembali di Yudea dan melahirkan negara yang berdaulat di sana.'' Presiden
Abraham Lincoln juga mengisyaratkan hal serupa.
Sejarah Amerika tak lepas dari kontribusi Yahudi
maka tak aneh jika sampai sekarang kebijakan Amerika selalu menunjukkan
keberpihakan penuh kepada Israel.
Catatan sejarah memang menunjukkan bahwa Pemerintah Amerika Serikat
adalah pemerintah paling pro-Israel di seluruh dunia. Israel dan Amerika telah membuktikan
diri sebagai kawan akrab pada 1948 saat Israel terbentuk. Bayangkan, hanya enam
menit setelah Israel diproklamasikan pada 14 Mei 1948, Presiden Harry Truman menjadi
kepala negara pertama yang mengakuinya. Sama sekali di luar kebiasaan Amerika
yang hanya mau mengakui negara dengan batas wilayah yang jelas. Sekali lagi,
hanya butuh waktu enam menit!
Tatkala berjumpa dengan Henry Wentworth,
seorang zionis Kanada yang berharap agar kaum Yahudi bisa dipersatukan di tanah
impian mereka di Palestina, Abraham Lincoln mendukung. ''Itu impian mulia yang
juga ada di hati banyak warga Amerika,'' katanya. Pada 1883, Emma Lazarus,
penyair ternama Amerika yang kata-katanya tertulis di Patung Liberty,
menuliskan dukungan pada gagasan tanah air Yahudi. ''Palestina harus menjadi
rumah bagi kaum tak berumah, tujuan bagi darah pengembara, perlindungan bagi
para terpidana, dan negara bagi kaum terusir,'' tulis Emma Lazarus. Pada 1891,
ketika Tsar Alexander III memula pengusiran kaum Yahudi di Rusia, gerakan yang
mendukung pendirian negara Yahudi memperoleh momentum yang paling kuat di Amerika
Serikat. Saat itu, Hakim Agung dan Juru Bicara Kongres, William E. Blackstone
dan Kardinal Gibbons, mengantarkan sendiri sebuah petisi kepada Presiden
Benjamin Harrison dan Menteri Luar Negeri James Blaine. Mereka menuntut
penyelenggaraan sebuah konferensi internasional, yang membicarakan klaim bangsa
Israel bahwa Palestina adalah tanah air mereka. ''Kami percaya, saat ini adalah
waktu yang tepat bagi semua bangsa, khususnya bangsa-bangsa Kristen Eropa,
untuk menunjukkan keramahan pada bangsa Israel. Mari kita kembalikan kepada
mereka tanah yang dulu secara paksa dikuasai oleh nenek moyang kita orang
Roma,'' begitu salah satu kalimat yang tertulis dalam petisi yang dibawa
Blackstone dan Gibbons.
Amerika juga menjadi negara pertama yang
ada di belakang Deklarasi Balfour yang digagas Lord Balfour, Perdana Menteri Inggris
pada 1917
yang juga seorang Yahudi. Saat itu, kepada Lord Rothschild, Presiden Federasi
Zionis Inggris, Lord Balfour mengirimkan surat yang berisi janji Pemerintah
Inggris untuk memfasilitasi pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Melihat
sejarah itu, dukungan Presiden Harry Truman pada proklamasi negara Israel yang
dilakukan David Ben-Gurion terrlihat bukan keputusan yang terburu-buru.
Peristiwa Holocaust yang menghebohkan dunia
pada era perang dunia ke 2 (1933-1945) karena genosida yang digambarkan media
sangat kejam dilakukan oleh Adolf Hitler menjadi momen terbaik berikutnya bagi Yahudi
mendirikan tanah airnya di bumi Palestina. Mereka dengan jeli melihat dan
menangkap peluang dalam tragedi. Tapi benarkah bangsa Yahudi dibantai
sedemikian rupa oleh Jerman? Tak sedikit kalangan yang menyangsikan kebenaran
peristiwa ini dan berasumsi bahwa berita telah didramatisir sedemikian rupa
oleh media dan campur tangan penguasa yang berkepentingan. Jika dibandingkan,
mirip dengan Peristiwa G30S/PKI yang kini mulai memunculkan “kebenaran-kebenaran”
yang datang dari pemeran lama dan dahulu terbungkam oleh tangan besi rezim orde
baru. Peristiwa G30S/PKI inilah yang mengorbitkan pahlawan baru Indonesia yang
lalu menjadi penguasa tanah air yakni rezim Orde Baru. Peninjauan kembali dan
pelurusan sejarah terkait Peristiwa G30S/PKI
pun mengemuka. Kenyataannya, sejarah apapun, selalu rentan dengan
konspirasi dan rekayasa tangan tak terlihat penguasa. Kendali media merupakan
urusan vital untuk menciptakan persepsi publik. Yahudi memang tak pernah
tertinggal dalam semua lini kehidupan. Banyak kalangan masyarakat yang tertelan
tanpa sadar dan tergiring opini yang mereka ciptakan. Taipan media, Rupert
Murdoch yang membawahi grup media News Corp. dan pemilik Studio Film terkenal
Fox Century adalah salah satu keturunan Yahudi.
Sutradara besar kenamaan Hollywood kreator film-film Box Office, Steven
Spielberg juga seorang Yahudi. Wajar jika beberapa filmnya tak lepas dari aroma
zionis dan lebih pantas disebut dengan film propaganda daripada murni karya
seni. Dia juga tak segan memecat artisnya yang berlawanan arah dengan doktrin
anutannya. Jika ingin mengetahui jejak Yahudi di berbagai belahan dunia,
sangatlah panjang lebar dan luas untuk dijelaskan. Peristiwa besar dalam
sejarah pergolakan dunia selalu dikaitkan dengan Amerika Serikat dan pengaruh
kuat Israel di tubuh Amerika menimbulkan aroma perpaduan kepentingan geopolitik
antara keduanya dalam kemunculan peristiwa-peristiwa itu.
Kenapa Harus Palestina
Pemilihan Tanah Suci Tiga Agama yaitu
Palestina untuk dikuasai oleh Israel bukan tanpa alasan. Ada latar belakang
historis dan doktrin agama yang melandasi pilihan Israel mendiami paksa Tanah
Suci tiga agama itu. Harun Yahya, ilmuwan muslim tersohor dari Turki dalam tulisannya
di situs www.harunyahya.com mengatakan, kaum yahudi telah tinggal di tanah
Palestina sebelum mereka terusir oleh
pada tahun 70 M. Kenyataan ini membuat mereka selalu bermimpi untuk bisa
kembali ke “rumah” mereka. Selama berabad-abad palestina berganti tangan dari
satu penguasa ke penguasa lain tapi bukan Yahudi. Romawi adalah salah satu penguasa
palestina yang ketika itu merupakan satu dari dua kerajaan besar yang menguasai
banyak wilayah selain Persia. Hingga pada masa khilafah islam, ekspansi yang
dilakukan mujahidin muslim mencapai negara yang pernah menjadi kiblat umat
muslim di masa rasulullah yaitu baitul maqdis. Ya, palestina akhirnya beralih ke
naungan islam dengan Khalifah Umar bin al-Khattab sebagai amirul mukminin.
Beliau lalu menjalankan toleransi dalam beragama seperti tuntunan rasulullah
yaitu memilih islam atau membayar jizyah. Umat kristen dan yahudi masih bebas berdampingan menjalankan
ibadah mereka dan kepemimpinan islam ketika itu dikenal sebagai pemerintahan
terbaik yang membawahi Palestina sebagai tanah suci tiga agama. Yahudi pun
masih memendam hasrat mereka menjadi penguasa di tanah Palestina.
Kaum Yahudi sangat ingin tinggal tidak di
tanah-tanah biasa, melainkan di Kanaan (Palestina), Tanah yang Dijanjikan Tuhan
kepada mereka, kaum pilihanNya. Sampai
saat itu, kaum Yahudi meyakini bahwa kepulangan ke Palestina hanya akan mungkin
dengan pertolongan seorang juru selamat yang disebut Messiah. Akan tetapi, pada pertengahan abad ke-19, dua
orang rabbi (pendeta Yahudi) merumuskan penafsiran baru atas doktrin ini. Keduanya, Rabbi Judah Alkalay dan Rabbi Zevi
Hirsch Kalisher, menyatakan bahwa tak usah lagi menunggu datangnya Sang
Messiah. Menurut penafsiran mereka atas
naskah kuno suci Yahudi, kaum Yahudi dapat pulang ke Palestina lewat kekuatan
politik dan ekonomi sendiri, dengan bantuan kekuatan-kekuatan besar Eropa. Ini akan menjadi langkah awal datangnya
Messiah.
Penafsiran rabbi ini mempengaruhi para
nasionalis muda Yahudi. Tak
terbantahkan, yang paling terkenal di antara mereka adalah seorang wartawan
muda Austria bernama Theodor Herzl.
Dengan menjelmakan penafsiran ulang doktrin kedua rabbi menjadi suatu
gerakan politik aktif, Herzl mendirikan Zionisme politik. Zionisme mengambil namanya dari Gunung Zion
yang suci di Yerusalem; tujuannya adalah pulangnya kaum Yahudi sedunia ke Palestina. Herzl memimpin kongres Zionis pertama di
Basel, Swiss. Di sana mereka mendirikan
World Zionist Organisation (Organisasi Zionis Dunia). Kelompok ini akan mengarahkan gerakan Zionis
dengan penuh kesabaran dan keteguhan hingga berdirinya negara Israel. WZO mempunyai dua tujuan utama: menjadikan
Palestina tempat yang cocok bagi pemukiman kaum Yahudi, dan mendorong seluruh
kaum Yahudi, mulai dengan yang di Eropa, berpindah ke Palestina. Situs in-christ.net
dalam artikelnya menyatakan bahwa menguasai palestina adalah salah satu langkah
menuju rencana kedatangan messiah, juru selamat yang akan membawa bangsa israel
berjaya. Doktrin inilah yang akhirnya membuat Israel menghalalkan segala cara
menuju realisasi skenario besar yahudi menuju tatanan dunia baru yang selalu
mereka impikan. Amiruddin Fahmi
COMMENTS