Raja sufi dari negeri 1001 malam Mungkin beberapa di antara kita pernah mendengar nama Abu Yazid al Bustami. S eorang sufi terkenal aba...
![]() |
Raja sufi dari negeri 1001 malam |
Mungkin beberapa di antara kita
pernah mendengar nama Abu Yazid al Bustami. Seorang sufi terkenal abad ketiga.
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Surusyan al Bustami. Beliau
lahir di daerah Bustam negeri 1001 malam; Persia pada tahun 875 M dan wafat di usianya yang
ke-73 tahun.
Nama kecilnya
adalah Thaifur. Abu Yazid telah menampakkan karamahnya sejak dalam kandungan. Dalam perut
sang ibu, Abu Yazid memberontak hingga membuat ibunya muntah jika menyantap
makanan yang diragukan kehalalannya.
Salah seorang gurunya yang terkenal adalah Abu Ali al Sindi. Ia mengajarkan ilmu
tauhid, hakikat, dan ilmu-ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Sebelum
menjadi seorang sufi, Abu Yazid terlebih dulu menjadi seorang faqih bermazhab Hanafiyyah.
Ucapan dari Anjing Hitam
![]() |
Abu Yazid al Bustami |
Pada suatu
saat, Abu Yazid berjalan sendirian menyusuri jalan bebatuan di gurun pasir. Ia
tidak tahu kemana arah tujuannya. Pria itu hanya menuruti kemauan langkah
kakinya. Tiba-tiba, tampak dari kejauhan seekor anjing hitam berlari
menghampiri. Secara spontan Abu Yazid segera mengangkat jubah kebesarannya,
takut jubahnya bersentuhan langsung dengan air liur anjing itu.
Betapa
kagetnya Abu Yazid ketika mendengar anjing hitam di dekatnya angkat bicara.
“Tubuhku kering dan aku tidak melakukan kesalahan apa-apa.”
Mendengar anjing
hitam itu, Abu Yazid tercengang heran. Benarkah ia berbicara kepadaku? Ataukah
ini hanyalah perasaanku saja? Abu Yazid masih terdiam dengan renungannya.
Belum sempat
Abu Yazid berbicara, anjing hitam itu meneruskan kembali perkataannya, “Seandainya
tubuhku basah, maka engkau cukup mencucinya tujuh kali dengan air dan salah satunya
menggunakan tanah. Persoalan di
antara kita pun selesai. Tapi, apabila engkau menyingsingkan jubahmu karena
kesombongan, dirimu tidak akan bersih walaupun membasuhnya dengan tujuh samudera
sekalipun!”
Setelah yakin
bahwa suara tadi berasal dari anjing hitam yang menghampirinya, Abu Yazid menyadari
kekhilafannya. Ia langsung merasakan
kekecewaan dari keluh kesah si anjing hitam yang merasa terhina. Ia juga
menyadari sebuah kesalahan yang sangat besar telah dilakukan. Menghina makhluk
Allah tanpa alasan yang jelas.
“Ya,
perkataanmu benar. Engkau memang kotor secara lahiriah, tapi hatiku lebih kotor
darimu. Oleh karena itu, marilah kita berteman dan bersama-sama mendekatkan
diri kepada Allah SWT,” kata al Bustami.
“Engkau tidak
pantas berjalan bersamaku dan menjadi temanku! Sebab semua orang menolak kehadiranku. Siapapun
yang bertemu denganku, ia akan melempariku dengan batu. Sedangkan engkau
disambut bagaikan Raja. Aku tidak pernah menyimpan sepotong tulang pun, tapi
engkau memiliki sekarung gandum untuk makanan esok hari!” kata si anjing hitam.
Al Bustami
lagi-lagi terdiam. Merenungi ucapan anjing hitam yang menyayat hati. Tak lama
kemudian, anjing hitam itu meninggalkannya sendirian di sebuah jalan yang sepi.
Abu Yazid
berseru seraya mengangkat kedua tangannya ke langit, “Ya Allah, Aku tidaklah
pantas bersahabat dan berjalan bersama seekor anjing. Lantas, bagaimana Aku dapat
berjalan di sisi-Mu yang abadi dan kekal? Maha besar Allah yang telah memberi
pengajaran kepada hamba-Mu ini yang hina
di antara semua makhluk.’’
Tak lama
kemudian, Abu Yazid kembali menuju madrasahnya. Rindu dengan murid-murid yang telah menunggu pelajarannya.
Pengaduan
Salah satu murid Abu
Yazid mengadukan persoalan kepadanya, “Wahai syaikh, Aku telah beribadah tiga puluh tahun
lamanya. Setiap malam, Aku mengerjakan tahajud dan setiap hari berpuasa. Tapi anehnya, Aku belum
merasakan pengalaman rohani yang anda ceritakan.”
“Walaupun
beribadah tiga ratus tahun, Kamu tidak akan mencapai satu butir debu mukasyafah dalam hidupmu,” jawab Abu
Yazid.
“Mengapa hal
itu bisa terjadi?” tanya murid itu heran
.
“Karena hal itu tertutup oleh
dirimu sendiri.”
“Bisakah anda
memberikan Aku cara agar hijab
itu tersingkap?”
“Bisa, tapi Kamu tak akan
mengamalkan cara dariku”
“Tentu saja
aku akan mengamalkannya.”
“Baiklah
kalau begitu, sekarang ganti pakaianmu dengan pakaian yang jelek, sobek dan kumuh.
Lalu gantungkan di lehermu sekantung kacang. Pergilah ke pasar dan kumpulkan
sebanyak-banyaknya anak kecil. Katakan pada mereka ‘Hai anak-anak, barang siapa di antara kalian yang mau menamparku,
aku akan memberinya sekantong kacang’. Dan pergilah ke tempat orang-orang yang sering mengagumimu,
katakan pada mereka ‘Siapa yang mau menamparku, akan kuberikan sekantong kacang!’”
“Subhanallah, Ma Sya
Allah, La Ilaha Illallah.” Murid
itu terkejut mendengar ucapan sang guru.
“Jika kalimat
suci itu diucapkan oleh orang kafir, niscaya ia akan beriman. Tapi jika kalimat itu
diucapkan oleh orang sepertimu, maka engkau akan berubah dari mukmin menjadi
kafir,” ucap Abu
Yazid.
“Mengapa bisa
begitu?”
“Karena kelihatannya
engkau sedang memuji Allah, padahal kau sedang memuji dirimu sendiri. Ketika
kau mengatakan maha suci Allah, seakan engkau mensucikan Allah. Padahal, kau sedang
menonjolkan kesucianmu.” Jawab al Bustami pada muridnya.
(ICAN)
Referensi :
Sufi road.com
COMMENTS