Nabi Ibrahim mengambil kendali hewan tungganganya. Dengan air mata, ia memohon diri kepada tanah Mekkah, Hajar dan putranya. Tetapi t...
palsu
itu sangat mengecewakannya. Tangisan dan keresahan putranya tercinta
menyebabkan ia lari lebih keras ke sana kemari. Demikianlah, ia berlari tujuh
kali antara bukit Shafa dan Marwah untuk mecari air, tetapi pada akhirnya ia
kehilangan semua harapan, lalu kembali kepada putranya.
Nabi Ibrahim mengambil kendali
hewan tungganganya. Dengan air mata, ia memohon diri kepada tanah Mekkah, Hajar
dan putranya. Tetapi tak berapa lama kemudian, makanan dan minuman yang
diperoleh si anak dan ibunya habis, dan air susu Hajar pun kering. Kondisi
putranya mulai merosot. Air mata mengucur dari ibu yang terasing itu dan
membasahi pangkuanya. Dalam keadaan amat bingung, ia bangkit berdiri lalu pergi
ke bukit Shafa. Dari sana ia melihat suatu bayangan dekat bukit Marwah. Ia pun
lari kesana. Namun pemandangang
Si anak tentulah telah hampir
sampai pada nafasnya yang terakhir. Kemampuannya meratap atau menangis sudah
tiada. Namun, justru pada saat itu doa Nabi Ibrahim terkabul. Ibu yang letih
lesu itu melihat bahwa air jernih telah mulai keluar dari bawah kaki Isma’il. Sang
ibu yang sedang menatap putranya dan mengira ia akan mati beberapa saat lagi, merasa sangat gembira melihat air itu. Ibu
dan anak itu minum sampai puas, dan kabut putus asa yang telah merentangkan
bayangannya pada kehidupan mereka pun terusir oleh angin rahmat ilahi. (lihat
Tafsir al Qummi, hal.52 ; Bihar al Anwar, II, hal.100)
Munculnya sumber air ini, yang
dinamakan Zamzam sejak hari itu, membuat burung-burung air terbang diatasnya,
membentangkan sayapnya yang lebar sebagai penaung kepala ibu dan anak yang
telah menderita itu. Orang-orang dari suku Jarham, yang tinggal jauh dari
lembah ini, melihat burung-burung beterbangan kesana kemari. Mereka lalu
menyimpulkan bahwa telah ada air di sekitarnya. Mereka mengutus dua orang untuk
mengetahui keadaan itu. Setelah lama berkeliling, kedua orang itu sampai ke
pusat rahmat ilahi itu. Ketika mendekat, mereka melihat seorang wanita dan
seorang anak sedang duduk di tepi suatu genangan air. Mereka segera kembali dan
melaporkan hal itu kepada para pemimpin sukunya. Para anggota suku itu segera
memasang kemah mereka di sekitar sumber air yang diberkati itu, dan Hajar pun
terlepas dari kesulitan dan pahitnya kesepian yang dideritannya. Ismail tumbuh
sampai dewasa sebagai pemuda yang ramah. Ia pun mengadakan ikatan perkawinan
dengan suku Jarham. Dengan demikian, ia beroleh dukungan dan menjadi anggota
masyarakat mereka. Oleh karena itu, dari sisi ibu, keturunan Isma’il berfamili
dengan suku Jarham.
MEREKA BERTEMU KEMBALI
Setelah
meninggalkan putranya yang tercinta di tanah Mekkah atas perintah Allah Yang
Mahakuasa, kadang-kadang Nabi Ibrahim berpikir untuk pergi melihat putranya.
Pada salah satu perjalanannya, ia sampai di Mekkah dan mendapatkan bahwa
putranya tidak ada di rumah. Waktu itu, Isma’il telah tumbuh menjadi lelaki
dewasa dan telah kawin dengan seorang
gadis suku Jarham. Ibrahim bertanya kepada istri Isma’il, “Di mana suamimu ? “
perempuan itu menjawab , “Ia telah keluar untuk berburu!” Kemudian nabi
Ibrahim bertanya apakah ia mempunyai makanan. Ia menjawab tidak ada.
Ibrahim sangat sedih melihat
kekasaran istri putranya. Ia lalu berkata kepada menantunya, “ Bila Isma’il
pulang, sampaikan kepadanya salam saya, dan katakan pula kepadanya untuk
mengganti ambang pintu rumahnya” Kemudian nabi Ibrahim pergi.
Ketika kembali, Nabi Ismail mencium
bau ayahnya. Dari keterangan istrinya, ia menyadari bahwa orang yang telah mengunjungi
rumahnya memang ayahnya. Ia juga mengerti bahwa pesan yang ditinggalkan ayahnya
berarti bahwa beliau (Nabi Ibrahim) menghendaki menceraikan istrinya sekarang
dan menggantikanya dengan yang lain, karena beliau memandang istrinya yang
sekarang tidak pantas menjadi kawan hidupnya. (lihat Bihar al Anwar, hal. 112,
sebagaimana dikutip dari Qishash al Anbiya’)
Mungkin dapat dipertanyakan mengapa
setelah melakukan perjalanan sejauh itu, Nabi Ibrahim tidak menunggu sampai
putranya pulang dari berburu, tapi langsung pergi lagi tanpa melihatnya. Para sejarawan
menerangkan bahwa Ibrahim pulang dengan tergesa-gesa karena telah berjanji
kepada Sarah bahwa beliau telah tak akan tinggal lama disana. Setelah perjalanan
ini, ia juga diperintahkan Allah yang maha kuasa untuk melaksanakan suatu
perjalanan lagi ke Mekah, untuk mendirikan Ka’bah guna menarik hati orang yang
beriman tauhid.
Al-Qur’an menyatakan bahwa
menjelang hari-hari terakhir Nabi Ibrahim, Mekah telah tumbuh menjadi sebuah
kota, karena setelah menyelesaikan tugasnya, ia berdo’a kepada Allah swt, “ Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta
anak cucuku dari menyembah berhala” QS Ibrahim, 14:35). Dan ketika tiba di
gurun Mekah, ia berdo’a “ Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman
sentosa” QS. Al Baqarah, 2:126).
COMMENTS