Pada era tabiin, saat ketenaran islam mendominasi dunia. Banyak ulama dan tokoh sufi dilahirkan, salah satu tokoh sufi...
Pada era tabiin, saat ketenaran
islam mendominasi dunia. Banyak ulama dan tokoh sufi dilahirkan, salah satu tokoh
sufi yang agung dan populer
adalah Malik bin Dinar Al-Basri An-Naji. Abu Yahya Malik bin Dinar berguru kepada beberapa
ulama tersohor di masanya seperti Imam Malik bin Anas pelopor madzhab Maliki, Imam
Hasan Basri sayyiduttabi’in, Muhamad bin Sirin, Qosim bin Muhammad, Salim
bin Abdullah, Said bin Zubair dan para ulama lainnya. Di samping itu banyak juga yang menimba ilmu
darinya, termasuk adik beliau sendiri Utsman bin Dinar. Imam Nawawi menggolongkan Malik bin Dinar sebagai perawi yang tsiqah
(riwayat hadist darinya dapat diterima). Beliau meninggal pada
tahun 129 H di kota Basrah.
Fatimah, Aset berharga Malik
bin Dinar
Masa muda Malik bin
Dinar selalu diisi dengan berbagai dosa, hari-harinya tak lepas dari maksiat
seperti mabuk-mabukan, berbuat onar, memakan riba dan hak orang lain, hampir
tidak ada satu maksiatpun yang belum dilakukannya. Ia sangat jahat
hingga orang lain takut padanya.
Suatu waktu Malik
bin Dinar berhasrat untuk menikah dan memiliki keluarga, ia pun menikah lalu
dianugrahi seorang putri cantik bernama Fatimah. Beliau sangat mencintai
putrinya, Suatu ketika Fatimah melihat ayahnya sedang mabuk dan memegang segelas
minuman keras. Fatimah tidak tega melihat ayahnya bermaksiat, maka ia mendekat
dan menyingkirkan gelas itu hingga tumpah mengenai baju ayahnya. Saat itu
Fatimah belum genap dua tahun dan ia meninggal pada umur tiga tahun.
Kini Malik bin
Dinar semakin terpukul setelah kehilangan anak yang dicintainya hingga dia selalu
mabuk sepanjang malam. Dia bertekad
akan mabuk sepuasnya hingga tak sadarkan diri kemudian ia bermimpi melihat
kiamat.
Matahari
gelap, lautan berubah menjadi api dan bumi berguncang. Manusia
berkumpul pada hari itu. Mereka dalam keadaan berkelompok. Sementara dia merasa berada
di antara mereka, kemudian ia mendengar suara memanggil seseorang: Hai…! Mari
menghadap Al-Jabbar (Allah). Malik bin Dinar melihat orang yang
dipanggilnya dan Orang itu berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat
ketakutan.
Hilanglah
seluruh manusia seakan-akan tidak ada seorangpun di padang mahsyar. Kemudian Malik
bin Dinar melihat seekor ular
besar yang ganas dan kuat mengejarnya
dengan membuka mulut. Beliau lari ketakutan dan mendekati orang tua yang lemah,
beliau berkata “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Orang tua Itu menjawab
“Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah ke sana
mudah-mudahan engkau selamat!”
Malik bin
Dinar berlari ke arah yang ditunjukkan, sementara ular tersebut berada di
belakangnya. Tiba-tiba ia mendapati api di hadapannya. “Apakah aku melarikan
diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” pikirnya, maka ia kembali dengan cepat
sementara ular tersebut semakin dekat. Beliau kembali kepada orang tua yang
lemah tadi dan berkata “Demi Allah, engkau harus menolong dan menyelamatkanku”.
Orang tua itu menangis dan berkata “Aku lemah sebagaimana yang kau lihat, aku tidak
mampu melakukan sesuatu, akan tetapi larilah ke gunung tersebut mudah-mudahan
engkau selamat! ”.
Kemudian Malik
bin Dinar berlari menuju gunung tersebut sementara ular di belakangnya terus
mengejarnya. Kemudian dia melihat di atas gunung, di sana terdapat banyak anak
kecil. Ia mendengar semua anak tersebut berteriak “ Wahai Fatimah tolonglah
ayahmu, tolonglah ayahmu !”
Malik bin
Dinar sangat bahagia begitu mengetahui bahwa ia memiliki seorang putri yang
telah meninggal pada usia tiga tahun akan menyelamatkannya. Maka Fatimah
memegang ayahnya yang ketakutan dengan tangan kanan dan mengusir ular dengan
tangan kiri. Lalu Fatimah kecil duduk di pangkuan sang ayah sebagaimana dulu ketika
dia hidup di dunia.
Fatimah
berkata : “Wahai Ayah, Belumkah datang waktunya
bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah” (QS.
Al-Hadid:16).
“Engkau mengenal Al-Qur’an?”
Tanya Malik bin Dinar penuh heran karena putrinya meninggal saat kecil.
“Kami lebih mengenalnya dari pada
kalian” jawab Fatimah penuh misteri
“Wahai putriku, sebenarnya ular apa
tadi?” Tanya Malik bin Dinar.
Fatimah
menjawab “ Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal di dunia akan
diserupakan dengan sosok yang sesuai dengannya pada hari kiamat?. Ular Itu
adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga
hampir memakanmu. sedangkan orang tua yang lemah tersebut adalah amal salehmu,
engkau telah melemahkannya hingga dia tidak bisa berbuat apapun kemudian menangis
karena kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku dan aku tidak mati
saat masih kecil, maka tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”
Setelah itu Malik
bin Dinar terbangun dari tidurnya dan berteriak: “Wahai Allah, sudah saatnya
aku bertaubat, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah”. Kemudian ia ingin segera bertaubat dan
kembali ke jalan Allah maka ia mandi dan ke luar untuk sholat subuh. Sepanjang
malam Malik bin Dinar selalu menangis dan berdoa “Ya Ilahi, hanya Engkaulah
satu-satunya Dzat yang Mengetahui penghuni surga dan penghuni neraka, maka di
mana aku akan tinggal? Ya Allah, jadikanlah aku sebagai penghuni surga dan
jangan jadikan diriku penghuni neraka”.
Dan Malaikatpun mengujinya…
Setelah Malik bin
Dinar bertaubat, ia mulai memasuki dunia tasawuf dengan arahan dari
guru-gurunya dan menjadi tokoh sufi yang populer. ia beralih profesi menjadi
tukang tulis mushaf dengan bayaran dua dirham perharinya. satu dirham ia
belikan tepung dan satunya lagi ia belikan kertas.
Malik bin Dinar menghiasi
dirinya dengan berbagai mujahadah dan akhlak terpuji, di antara mujahadahnya adalah tidak
makan daging dalam setahun kecuali saat idul adha dengan hewan korbannya sendiri.
Sebagian akhlak terpujinya lagi
adalah kedermawanan dan lebih
mementingkan orang lain dari pada
dirinya sendiri walaupun dirinya dalam keadaan yang sangat mengkhawatirkan. Disebutkan
dalam kitab “Tanbiih al-Mughtarriin” dalam bab “Mahabbah
Al-Maal li Al-Infaaq laa li Al-Imsaak” bahwasannya Allah mengujinya dengan memerintahkan
seorang malaikat yang menyamar sebagai pengemis meminta-minta pada Malik bin
Dinar, maka ia memberinya roti, tapi si pengemis malah meminta tambahan.
Malik bin
Dinar memberi apa yg dimintanya dan begitu seterusnya hingga Malik bin Dinar mengeluarkan
seluruh hartanya termasuk wadah air dan kudanya, tapi si pengemis tak kunjung
pergi dan masih meminta tambahan, maka Malik bin Dinar berkata “Demi Allah
wahai saudaraku, tak ada lagi yang tersisa dariku selain kau ambil diriku dan
kau jual aku”. Kemudian pengemis itu pergi tanpa membawa apapun.
COMMENTS